Ideatax

Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan mengatur bahwa tarif pajak pertambahan nilai sebesar 12% berlaku paling lambat tanggal 1 Januari 2025.


Dalam keterangan pers sebelumnya (KT-03/2024) Menteri Keuangan pun menyebutkan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% pada Januari 2025 berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenakan tarif 11% kecuali beberapa jenis barang dan merupakan kebutuhan masyarakat banyak seperti minyak goreng curah, tepung terigu dan gula industri.


Gelombang protes pun berdatangan. Masyarakat menilai bahwa kenaikan tarif PPN menjadi 12% akan membebani masyarakat kelas menengah kebawah. Selain itu, muncul kekhawatiran bahwa kenaikan tarif PPN tersebut akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi ditengah ketidakpastian global.


Seolah peka dengan kondisi, pemerintah mengumumkan paket kebijakan pada tanggal 31 Desember 2024. Melalui kesempatan itu, Presiden Prabowo Subianto mengumumkan secara langsung kenaikan PPN menjadi 12% hanya berlaku untuk barang-barang mewah. Sedangkan untuk barang-barang yang selama ini dikenakan PPN sebesar 11% tidak mengalami kenaikan tarif.


Kebijakan Presiden tersebut lantas diejawantahkan menjadi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.


Melalui ketentuan tersebut, Pemerintah mengatur bahwa atas impor Barang Kena Pajak maupun penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah di dalam daerah pabean terutang PPN sebesar 12%. Barang mewah yan dimaksud dalam ketentuan tersebut berupa kendaraan bermotor dan barang selain kendaraan bermotor yang dikenai Pajak Penjualan Barang mewah.


Selain itu, melalui ketentuan tersebut pemerintah juga mengatur bahwa atas penyerahan barang dan jasa kena pajak selain barang mewah sebagaimana dimaksud dalam PMKL 131, maka dikenakan PPN dengan tarif 12% namun dengan dasar pengenaan pajak yang berbeda. Dasar pengenaan pajak atas transaksi selain barang yang tergolong mewah dalam PMK tersebut adalah dengan mengalikan harga barang atau jasa dengan faktorial 11/12. Dengan demikian, meskipun terhadap kenaikan tarif PPN, besaran PPN yang dibayar atas importasi maupun penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak selain barang mewah tidak berubah.


Sebagai contoh, Pada Desember 2024, PT A melakukan penjualan barang dagangan berupa barang dagangan dengan harga Rp 10.000.000,-. Dengan ketentuan yang saat itu berlaku sebesar 11%, maka PPN yang harus dipungut PT A adalah sebesar Rp1.100.000. Pada Januari 2025, PT juga melakukan penjualan barang dagangan serupa dengan harga Rp10.000.000. Dengan ketentuan yang saat ini berlaku (PPN12%), jumlah PPN yang harus dipungut oleh PT A tetap sebesar Rp1.100.000. Jumlah sebesar Rp1.100.000 ini didapat dengan mengalikan harga jual sebesar Rp10.000.000 dengan faktorial sebesar 11/12 dan tarif PPN sebesar 12%. Pajak masukan atas perolehan barang kena pajak maupun jasa kena pajak atas penyerahan PPN sebagaimana dimaksud, tetap dapat dikreditkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan yang berlaku.


Namun demikian, ketentuan ini juga mengatur bahwa bagi pengusaha kena pajak yang telah memungut, menghitung, dan menyetorkan Pajak Pertambahan Nilai dengan menggunaan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain dan besaran tertentu dikecualikan dari pengenaan PPN sebesar 12% sebagaimana dimaksud dalam PMK 131 tahun 2024 di atas.


Sebagai contoh, pada masa pajak Januari 2025, sebuah perusahaan logistik melakukan penyerahan jasa ekspedisi sebesar Rp10.000.000. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK 71/PMK.03/2022, Pemerintah Mengatur bahwa atas penyerahan jasa ekspedisi menggunakan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain sebesar 10% dari nilai transaksi. Sehingga, atas transaksi tersebut PPN yang dipungut oleh Pengusaha Kena Pajak adalah sebesar Rp 1.100.000 yang diperoleh dari perkalian nilai transaksi sebesar 10.000.000 deng dengan 10 % DPP nilai lain dan tarif PPN sebesar 11%.
Selanjutnya, pemerintah mengatur bahwa untuk tarif PPN yang menggunakan DPP nilai lain berupa faktorial 11/12, mulai berlaku pada tanggal 1 januari 2025. Sedangkan tarif PPN terhadap barang mewah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) PMK 131 tahun 2024, mulai berlaku 1 Februari 2025.


Ketentuan terkait:

  • Undang-undang nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah Sebagaimana Telah diubah terakhir dengan Undang-undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan perpajakan.
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 131 tahun 2024 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas Impor Barang Kena Pajak, Penyerahan Barang Kena Pajak, Penyerahan Jasa Kena Pajak, Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean, dan Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean.
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 75/PMK.03/2010 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK 71/PMK.03/2022
PreviousNext

Share:

Comments (0)


profile