Ideatax

Pemerintah merilis laporan kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dalam APBN Kita periode November 2025. Laporan ini menunjukkan perkembangan indikator makro ekonomi seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, pergerakan harga komoditas, serta capaian penerimaan belanja negara.

 

Capaian Pendapatan Negara hingga Kuartal III 2025

 

Berdasarkan laporan, hingga kuartal ketiga 2025 pemerintah berhasil mengumpulkan pendapatan negara sebesar Rp2.113,3 triliun atau 73,7% dari target. Dari angka tersebut, realisasi penerimaan pajak mencapai Rp1.459,0 triliun atau setara 70,2%. Sementara itu, kepabeanan dan cukai mencapai 80,3% dan PNBP 84,3%.

 

Adapun rincian penerimaan negara dapat dilihat pada tabel berikut:

 

NoPendapatan NegaraTargetRealisasi s.d. Kuartal 3 tahun 2025% Pencapaian
1Penerimaan Perpajakan2.387,31.708,371,6%
 - Penerimaan Pajak2.3787,31.459,070,2%
 - Kepabeanan dan Cukai310,4249,380,3%
2Penerimaan Negara Bukan Pajak477,2402,484,3%
3Pendapatan Negara2.865,52.113,373,7%

 

Performa Penerimaan Pajak Bruto

 

Jika dibandingkan periode yang sama pada 2024, penerimaan pajak bruto mengalami pertumbuhan. Pada triwulan III tahun 2024, jumlah penerimaan pajak bruto yang berhasil dikumpulkan oleh pemerintah adalah sebesar Rp1.767,12 triliun, sedangkan pada kuartal III tahun 2025 penerimaan bruto sebesar Rp1.799,5 triliun.

 

Penerimaan bruto sebesar Rp1.799,5 triliun terdiri dari jenis pajak berikut:

 

NoJenis PajakRealisasi Bruto (dalam triliun rupiah)Pertumbuhan/ Perlambatan dibanding tahun 2024
1PPh Badan331,39 5,3%
2PPh Pasal 21192,19-12,6%
3PPh Pasal 22, PPh Pasal 26 dan PPh Final280,25 0,3%
4PPN & PPnBM796,12- 2,1%
5Pajak Lainnya199,6042,8%
6Total1.799,55

 

Berdasarkan data tersebut, PPh badan, PPh Pasal 22, dan pajak lainnya mengalami pertumbuhan. Namun, terdapat penurunan cukup dalam pada PPh Pasal 21 sebesar 12,6% dan penurunan PPN sebesar 2,1%. Oleh karena itu, pernyataan pemerintah yang menyatakan bahwa tidak tercapainya penerimaan pajak akibat kebijakan PPN 12% dibatalkan tidak tepat.

 

Performa Penurunan Pajak Neto dan Lonjakan Restitusi

 

Berbeda dengan penerimaan bruto yang tumbuh, penerimaan pajak neto justru mengalami kontraksi. Berdasarkan laporan Kementerian Keuangan, neto penerimaan pajak sampai dengan kuartal III tahun 2025 mengalami kontraksi sebesar 3,86%.

 

Penerimaan neto pada kuartal III tahun 2024 mencapai Rp1.517,54 triliun, sedangkan pada tahun 2025 penerimaan neto sebesar Rp1.459,03 triliun. Adapun rincian penerimaan pajak neto dapat dilihat pada tabel berikut:

 

NoJenis PajakRealisasi Neto (dalam triliun rupiah)Pertumbuhan/ Perlambatan dibanding tahun 2024
1PPh Badan237,56- 9,6%
2PPh Pasal 21191,66- 12,8%
3PPh Pasal 22, PPh Pasal 26 dan PPh Final275,57-0,1%
4PPN & PPnBM556,61-10,3%
5Pajak Lainnya197,6142,3%
6Total1.459,03-3,86%

 

Melihat besarnya perbedaan penerimaan bruto dan penerimaan neto pada kuartal III tahun 2025, secara umum dapat disimpulkan terdapat restitusi yang cukup signifikan pada periode tersebut. Direktur P2Humas DJP menyebutkan salah satu penyebab terjadinya lonjakan restitusi pada 2025 adalah volatilitas harga komoditas.

 

Kenaikan harga komoditas pada tahun 2024 yang diikuti penurunan harga pada tahun 2025 menyebabkan kredit pajak yang dibayar oleh wajib pajak lebih besar dibandingkan pajak yang terutang. Hal tersebut menyebabkan restitusi atas pembayaran pajak.

 

Guna membantu memahami isu perpajakan ini secara lebih ringkas, berikut beberapa pertanyaan yang sering diajukan seputar penerimaan pajak kuartal III 2025.

 

  1. Apa yang dimaksud dengan penerimaan pajak bruto dan neto?

    Penerimaan pajak bruto adalah total penerimaan sebelum dikurangi restitusi, sedangkan penerimaan neto adalah penerimaan akhir setelah memperhitungkan restitusi pajak yang dikembalikan ke wajib pajak.

  2. Faktor apa yang paling mempengaruhi naik turunnya penerimaan pajak 2025?

    Faktor dominan adalah volatilitas harga komoditas yang mempengaruhi pembayaran pajak di muka dan menghasilkan restitusi besar pada 2025.

  3. Mengapa PPh Pasal 21 mengalami penurunan tajam?

    Penurunan PPh 21 umumnya terkait dinamika ketenagakerjaan, penurunan aktivitas usaha, atau perubahan struktur kompensasi di berbagai sektor ekonomi.

PreviousNext

Share:

Comments (0)


profile