Pada tanggal 31 Desember 2024 yang lalu, Kementerian Keuangan Republik Indonesia merilis Peraturan mengenai Pengenaan Pajak Minimum Global Berdasarkan Kesepakatan Internasional.
Adapun definisi dari Pengenaan Pajak Minimum Global (atau “GloBE”) adalah Pengenaan pajak tambahan yang dikembangkan oleh OECD/G20 Inclusive Framework (“IF”) on Base Erosion and Profit Shifting (“BEPS”) yang meliputi commentary, examples, agreed administrative guidance, GloBE information return, dan safe harbours and penalty relief. Secara simple, aturan yang dibuat untuk memastikan perusahaan multinasional (“Grup PMN”) membayar pajak minimum 15% di setiap negara tempat mereka beroperasi. Jika perusahaan membayar pajak lebih rendah dari itu di suatu negara, maka akan ada pajak tambahan yang dikenakan.
Dengan hadirnya ketentuan ini, Indonesia secara resmi mengikuti rezim GloBE dan memastikan bahwa perusahaan multinasional dengan operasi di Indonesia membayar pajak minimal 15%. Jika perusahaan induk di Indonesia punya anak usaha di luar negeri dengan pajak di bawah 15%, Indonesia bisa mengenakan pajak tambahan. Selain itu, jika perusahaan induk asing tidak menerapkan pajak minimum, Indonesia bisa mengenakan pajak tambahan kepada entitas bisnis yang ada di Indonesia sesuai dengan aturan UTPR."
Berdasarkan Pasal 2 Ayat (1) GloBE berlaku untuk Entitas Konstituen (atau anggota grup usaha) dari Grup Perusahaan Multinasional (“PMN”) dengan jumlah peredaran bruto tahunan Grup PMN paling sedikit EUR 750.000.000. Nilai peredaran bruto tersebut dipenuhi paling sedikit 2 dari 4 tahun pajak sebelum tahun pajak GloBE.
Sebagai contoh, perusahaan X, yang merupakan anggota Grup PMN (Entitas Konstituen), memiliki peredaran bruto sebesar EUR 780.000.000 pada tahun 2023 dan sebesar EUR 900.000.000 pada tahun 2024. Maka, pada tahun 2025, yang mana pada tahun ketiga, nilai peredaran bruto tersebut telah memenuhi ketentuan GloBE sehingga perusahaan Grup PMN tersebut menerapkan GloBE.
Adapun untuk entitas dari Grup PMN yang dikecualikan dari GloBE terdiri atas:
- Badan pemerintah;
- Organisasi internasional;
- Organisasi nirlaba;
- Entitas dana pensiun;
- Entitas dana investasi yang merupakan Entitas Induk Utama; dan
- Entitas dana investasi real estat (real estate investment vehicle) yang merupakan Entitas Induk Utama.
Untuk Tarif Minimum yang diatur dalam GloBE adalah sebesar 15%. Adapun cara menghitung Tarif Efektif Pajak atau Effective Tax Rates (“ETR”) adalah sebagai berikut:
Keterangan:
- Jumlah Pajak Tercakup = pajak kini (current tax expense) yang diakui dalam laba atau rugi bersih akuntansi keuangan untuk Tahun Pajak berjalan setelah dilakukan penyesuaian
- Jumlah Laba GloBE Bersih = jumlah positif dari mengurangkan laba GloBE semua Entitas Konstituen dengan rugi GloBE semua Entitas Konstituen
Mengacu pada PMK 136, perusahaan yang memiliki tarif efektif pajak dibawah 15% akan dilakukan pengenaan pajak tambahan melalui skema berikut:
- Pada Income Inclusion Rules (“IIR”), pajak tambahan (Additional Current Top-Up Tax) Jika anak perusahaan di negara lain membayar pajak kurang dari 15%, negara tempat induk perusahaan berada mengenakan pajak tambahan untuk menutup selisihnya. Aturan memastikan negara induk dapat menarik pajak yang kurang dibayar oleh anak perusahaan agar total pajak tidak kurang dari dari 15%.
- Undertaxed Payment Rules (“UTPR”), jika perusahaan induk tidak dikenakan IIR di negara asalnya, maka negara tempat anak perusahaan berada dapat mengenakan pajak tambahan melalui mekanisme UTPR. Aturan ini memastikan bahwa keuntungan yang diperoleh perusahaan multinasional tetap dikenakan pajak minimum 15%, meskipun negara asal perusahaan induk tidak menerapkan pajak tambahan.
- Domestic Minimum Top-Up Tax (“DMTT”), Jika suatu perusahaan membayar pajak kurang dari 15% di negara tempat laba dihasilkan, negara tersebut dapat langsung mengenakan pajak tambahan agar total pajaknya mencapai 15%. Dengan DMTT, pajak tambahan dapat dipungut secara lokal tanpa harus menunggu negara induk mengenakan pajak tambahan, sehingga mencegah potensi kehilangan penerimaan pajak ke negara lain melalui mekanisme IIR dan UTPR.
Contoh penerapan pajak tambahan:
Grup PMN A memiliki Entitas Induk Utama (PT ABC) di Indonesia. Grup PMN tersebut memiliki Entitas Konstituen yaitu A Co yang berlokasi di negara A, B Co yang berlokasi di negara B, dan C Co yang berlokasi di negara C.
Negara A, Negara B, dan Negara C tidak menerapkan DMTT. Jika SBIE (Substance Based Income Exclusion, pengecualian pengenaan pajak tambahan atas Laba GloBE Bersih yang dihitung dengan formula tertentu) sebesar 0 (nol), dan penghasilan GloBE dan Pajak Tercakup dalam juta Euro adalah sebagai berikut:
- A Co memiliki penghasilan EUR3.000, Pajak Tercakup EUR360
- B Co memiliki penghasilan EUR2.000, Pajak Tercakup EUR100
- C Co memiliki penghasilan EUR5.000, Pajak Tercakup EUR500
Apabila Indonesia menerapkanetentuan IIR, maka pajak tambahan yang akan dikenakan kepada PT ABC dihitung sebagai berikut:
Entitas Konstituen | Laba ekses (dalam EUR) | Pajak Tercakup (dalam EUR) | Tarif Pajak Efektif | Persentase pajak tambahan (15% - Tarif Pajak Efektif) per negara | Pajak Tambahan (dalam EUR) |
| (A) | (B) | (C) = (B)/(A) | (D) = 15% - (C) | (E) = (D) x (A) |
A Co | 3,000 | 360 | 12% | 3% | 90 |
B Co | 2,000 | 100 | 5% | 10% | 200 |
C Co | 5,000 | 500 | 10% | 5% | 250 |
Total pajak tambahan yang dikenakan kepada PT ABC | 540 |
Sehingga jumlah pajak tambahan yang dikenakan kepada PT ABC selaku perusahaan induk utama Grup PMN A adalah sebesar 540 Juta Euro.
Sementara untuk pengaturan dasar pengecualian laba tertentu diatur oleh SBIE, yang mana pengecualian tersebut diterapkan berdasarkan biaya gaji dan harta berwujud. SBIE bertujuan untuk melindungi perusahaan yang melakukan aktivitas substantif agar tidak dikenakan aturan pajak tambahan dikarenakan perusahaan-perusahaan tersebut memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perekonomian. Adapun contoh bidang usaha yang memiliki aktivitas substantif diantaranya yaitu manufaktur, energi, dan infrastruktur .
Sesuai dengan ketentuan de minimis, pajak tambahan yang dikenakan kepada Entitas Konsituen juga dapat menjadi 0 sepanjang memenuhi persyaratan berikut:
- Rata-rata penghasilan GloBE di suatu negara tempat Entitas Konstituen berada kurang dari EUR 10.000.000 pada Tahun Pajak berjalan dan 2 Tahun Pajak sebelumnya; dan
- Rata-rata Laba GloBE Bersih kurang dari EUR 1.000.000 atau terdapat Rugi GloBE Bersih di suatu negara tempat Entitas Konstituen berada pada Tahun Pajak berjalan dan 2 (dua) Tahun Pajak sebelumnya.
Dalam pelaksanaan pelaporan GloBE, Entitas Induk Utama dari Grup PMN harus menyampaikan SPT atas penghasilan yang didapat pada tahun pengenaan GloBE, yang mana SPT yang digunakan dalam pelaksanaan GloBE terdiri dari:
- SPT Tahunan PPh GloBE;
- SPT Tahunan PPh DMTT; dan/atau
- SPT Tahunan PPh UTPR.
Penyampaian SPT ini harus dilakukan kepada Direktorat Jenderal Pajak (“DJP”) dalam jangka waktu paling lama 4 bulan setelah akhir Tahun Pajak. Sementara itu, pajak tambahan yang terutang harus dibayarkan paling lambat pada tahun pajak setelah tahun pengenaan GloBE dan harus dibayarkan dalam mata uang Rupiah . Adapun ketentuan perhitungan Laba atau Rugi GloBE yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh GloBE harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Menggunakan laba atau rugi bersih akuntansi keuangan sebelum penyesuaian konsolidasi berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan (“SAK”) yang digunakan untuk penyusunan Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk Utama.
Jika ketentuan pertama tidak dapat dilakukan, dapat menggunakan SAK yang Dapat Diterima atau SAK yang Diakui apabila memenuhi ketentuan:
- Akun-akun keuangan Entitas Konstituen diselenggarakan berdasarkan SAK yang Dapat Diterima atau SAK yang Diakui;
- Informasi yang terdapat dalam akun keuangan dapat diandalkan; dan
- Perbedaan permanen agregat lebih dari EUR1.000.000,00 yang timbul dari penerapan prinsip atau standar tertentu pada pos penghasilan, biaya, atau transaksi yang berbeda dari standar keuangan yang digunakan dalam penyusunan Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk Utama, disesuaikan dengan perlakuan berdasarkan standar akuntansi yang digunakan dalam Laporan Keuangan Konsolidasi Entitas Induk Utama.
Dalam penentuan laba rugi GloBE, laba atau rugi suatu entitas harus dilakukan penyesuaian:
- Penyesuaian Umum, yaitu penyesuaian yang dilakukan terhadap laba atau rugi bersih akuntansi keuangan yang meliputi penyesuaian akun keuangan umum, penyesuaian penentuan harga transfer, penyesuaian kredit pajak yang dapat dikembalikan (QRTC) dan kredit pajak yang dapat dikembalikan sebagian atau seluruhnya tetapi bukan QRTC (NQRTC), dan penyesuaian pengaturan pembiayaan intra grup.
- Penyesuaian Pilihan, yaitu penyesuaian kompensasi berbasis saham (stock-based compensation), penyesuaian keuntungan dan kerugian atas harta dan kewajiban berdasarkan prinsip realisasi, penyesuaian keuntungan harta agregat, dan penyesuaian atas penerapan konsolidasi pajak grup.
- Penyesuaian Khusus, yaitu penyesuaian untuk perusahaan asuransi, penyesuaian untuk bank, penyesuaian penghasilan pelayaran internasional, penyesuaian untuk Bentuk Usaha Tetap, dan penyesuaian untuk entitas yang dikenakan pajak secara individu melalui pemilik atau anggota entitas (Flow-through Entity).
Selain wajib SPT Tahunan PPh GloBE, entitas Induk Utama juga wajib menyampaikan GIR (Globe Information Return) kepada DJP paling lama 15 bulan setelah berakhirnya Tahun Pajak. Adapun GIR memuat informasi:
- Identitas Entitas Konstituen
- Struktur Grup PMN
- Penghitungan: 1) Tarif Pajak Efektif untuk setiap negara dan pajak tambahan dari setiap Entitas Konstituen, 2) Pajak tambahan anggota grup usaha patungan, dan 3) Alokasi pajak tambahan berdasarkan IIR dan jumlah pajak tambahan berdasarkan UTPR, untuk setiap negara
- Catatan mengenai pemilihan yang dibuat sesuai dengan ketentuan yang relevan dari GloBE
Sementara entitas konstituen dari Grup PMN yang berada di Indonesia harus menyampaikan Notifikasi kepada DJP paling lama 15 bulan setelah berakhirnya tahun pajak. Untuk entitas konstituen yang telah menyampaikan GIR, tidak wajib menyampaikan Notifikasi.