Ideatax

Pemerintah tengah menyusun perubahan terhadap Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 55 Tahun 2022 tentang Penyesuaian Pengaturan di Bidang Pajak Penghasilan. Salah satu fokus utama revisi ini adalah pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) Final atas Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

 

Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian, Susiwijono Moegiarso, menyampaikan bahwa pemerintah berencana menetapkan tarif PPh Final sebesar 0,5% atas peredaran bruto tanpa batas waktu tertentu. Menurutnya, pendekatan pajak berbasis omzet dinilai lebih sederhana, efisien secara administrasi, serta dapat memperluas basis wajib pajak.

 

Tak hanya itu, kebijakan ini juga diharapkan mampu mendorong formalisasi usaha dan memperkuat daya beli di sektor akar rumput yang menjadi penopang utama ekonomi domestik.

 

Sejarah Singkat PPh Final UMKM di Indonesia

 

  1. Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2013

    Ketentuan awal mengenai PPh Final untuk UMKM diatur melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Berdasarkan peraturan tersebut, wajib pajak dengan peredaran bruto di bawah Rp8,4 miliar per tahun dikenakan PPh Final sebesar 1% dari omzet setiap bulan.

    Meski memberikan tarif rendah, sistem ini bersifat final, sehingga tidak memperhitungkan kondisi untung atau rugi wajib pajak.

     

  2. Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018

    Berdasarkan peraturan ini, pemerintah menurunkan tarif tersebut menjadi 0,5%. Namun, masa berlaku tarif dibatasi:

    • 7 tahun untuk Wajib Pajak Orang Pribadi
    • 4 tahun untuk Koperasi, CV, dan Firma
    • 3 tahun untuk Perseroan Terbatas (PT)

     

  3. PP Nomor 55 Tahun 2022

    Pemerintah kembali melakukan penyesuaian melalui PP Nomor 55 Tahun 2022. Peraturan baru tersebut memperjelas aturan pengenaan PPh Final atas peredaran usaha tertentu sebesar 0,5% bagi UMKM dengan omzet di bawah Rp4,8 miliar.

    Namun, ketentuan ini juga menegaskan bahwa PPh Final atas peredaran usaha tertentu tidak dikenakan atas penghasilan sebagai berikut:

    • Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas yang meliputi:
      • Tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas seperti pengacara, akuntan, arsitek, dokter, konsultan, notaris, pejabat pembuat akta tanah, penilai, dan aktuaris
      • Pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, bintang film, bintang sinetron, bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan atau peragawati. pemain drama, dan penari
      • Olahragawan
      • Penasihat, pengajar, pelatih, penceramah, penyuluh, dan moderator
      • Pengarang, peneliti, dan penerjemah
      • Agen iklan
      • Pengawas atau pengelola proyek
      • Perantara
      • Petugas penjaja barang dagangan
      • Agen asuransi
      • Distributor perusahaan pemasaran berjenjang atau penjualan langsung dan kegiatan sejenis lainnya

         

    • Penghasilan yang diterima atau diperoleh di luar negeri yang pajaknya terutang atau telah dibayar di luar negeri
    • Penghasilan yang telah dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan tersendiri
    • Penghasilan yang dikecualikan sebagai objek pajak

 

Rencana Perubahan Terbaru Tanpa Batas Waktu

 

Dalam rancangan perubahan terbaru tahun 2025, pemerintah berencana menghapus jangka waktu pemberlakuan PPh Final 0,5% bagi UMKM, khususnya Wajib Pajak Orang Pribadi. Sementara bagi koperasi, ketentuan ini masih berlaku hingga tahun 2029.

 

Kebijakan ini diharapkan memberikan kepastian bagi pelaku usaha kecil dan menengah yang masih berada pada tahap awal pertumbuhan. Dengan pajak berbasis omzet yang sederhana, proses administrasi pajak menjadi lebih mudah dan cepat.

 

Dampak dan Harapan bagi Pelaku UMKM

 

Rencana penghapusan batas waktu PPh Final 0,5% memunculkan pro dan kontra. Jika dilihat dari sisi positif, kebijakan ini memberikan kemudahan berkelanjutan dan mendorong kepatuhan pajak di kalangan UMKM.

 

Namun, di sisi lain beberapa pihak menilai penerapan tanpa batas waktu bisa menghambat UMKM untuk naik kelas karena tidak terdorong untuk beralih ke sistem pajak umum yang lebih mencerminkan profit riil usaha.

 

Meski demikian, arah kebijakan pemerintah menunjukkan fokus pada penyederhanaan sistem perpajakan dan perluasan basis pajak agar semakin banyak pelaku UMKM yang terlibat dalam ekosistem pajak nasional.

 

Guna membantu pelaku usaha memahami lebih jauh tentang rencana perubahan ini, berikut beberapa pertanyaan paling sering muncul terkait PPh Final UMKM 0,5%.

 

  1. Apa itu PPh Final UMKM 0,5%?

    PPh Final UMKM 0,5% adalah pajak penghasilan yang dikenakan atas omzet atau peredaran bruto usaha dengan tarif tetap 0,5%. Pajak ini bersifat final, artinya tidak memperhitungkan laba atau rugi usaha.

  2. Siapa saja yang bisa memanfaatkan tarif 0,5% ini?

    Wajib Pajak Orang Pribadi, Koperasi, CV, Firma, dan PT dengan omzet tahunan tidak lebih dari Rp4,8 miliar berhak menggunakan skema PPh Final 0,5%.

  3. Bagaimana cara menghitung PPh Final 0,5%?

    Perhitungannya sederhana:

    PPh Final= 0,5% x Total Omzet Bulanan

    Contoh: Jika omzet bulanan Rp100 juta, maka pajak yang harus dibayar adalah Rp500.000.

  4. Apakah wajib lapor SPT untuk PPh Final UMKM?

    Ya. Meskipun bersifat final, wajib pajak tetap harus melaporkan SPT Tahunan, mencantumkan omzet dan besaran pajak yang telah dibayar selama tahun berjalan.

  5. Apakah PPh Final UMKM 0,5% akan berlaku permanen?

    Dalam rencana perubahan terbaru, pemerintah berencana menghapus batas waktu pemanfaatan tarif ini, terutama untuk wajib pajak orang pribadi. Namun, koperasi masih memiliki batas waktu hingga tahun 2029.

PreviousNext

Share:

Comments (0)


profile