Ideatax

Tax Brief: Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2025

 

Direktorat Jenderal Pajak kembali menerbitkan ketentuan terbaru pada Mei 2025. Kali ini, DJP menerbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-6/PJ/2025 tentang Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, Dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, Serta Special Purpose Company Atau Kontrak Investasi Kolektif Sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.

 

Peraturan yang mencabut dua ketentuan terdahulu mengenai pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak ini terdiri dari 14 Pasal dan Lima Bab. Bab pertama berisi mengenai ketentuan umum. Bab kedua membahas mengenai pengusaha kena pajak berisiko rendah. Bab ketiga berisi tentang pelaksanaan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak. Bab Keempat berisi mengenai ketentuan peralihan dan Bab Kelima adalah ketentuan penutup. 

 

Dalam konsideransnya disebutkan bahwa salah satu alasan diterbitkannya ketentuan ini adalah karena ketentuan terdahulu, yakni PER-04/PJ/2021 belum cukup memberikan kepastian hukum dalam penetapan Pengusaha Kena Pajak Berisiko rendah (untuk selanjutnya disebut PKP berisiko rendah) dan kemudahan dalam pelaksanaan pengembalian pendahuluan. 

 

Sebagaimana diketahui bahwa Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertentu sebagaimana dimaksud pasal 17C Undang – Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (untuk selanjutnya disebut UU KUP), Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu sebagaimana dimaksud pasal 17D UU KUP dan PKP berisiko rendah dapat diberikan pengembalian pendahuluan. 

 

Wajib Pajak yang memenuhi kriteria tertu adalah Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan Pasal 3 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan nomor 39/PMK.03/2018 sebagai berikut:

 

  1. tepat waktu dalam menyampaikan SPT.
  2. tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin mengangsur atau menunda pembayaran pajak.
  3. laporan keuangan diaudit oleh akuntan publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat wajar tanpa pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
  4. tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

     

 Sedangkan yang dimaksud Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi ketentuan Pasal 9 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 sebagai berikut:

 

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekejaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi;
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekejaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
  3. Wajib Pajak Badan yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau
  4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

 

Di sisi lain, PKP Berisiko Rendah adalah Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi ketentuan Pasal 13 ayat (2) Peraturan Menteri Keuangan nomor 39/PMK.03/2018. Pada dasarnya, PMK 39 tahun 2018 hanya mengatur sebanyak 6 Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi kriteria sebagai pengusaha kena pajak berisiko rendah. Namun demikian, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 6 tahun tahun 2025 memperluas definisi pengusaha kena pajak berisiko rendah sebagai berikut:

 

  1. perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia.
  2. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah.
  3. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan.
  4. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat.
  5. pabrikan atau produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a sampai dengan huruf d:
  6. yang dalam kegiatan usahanya menghasilkan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak; dan
  7. memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi.      
  8. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi ketentuan sebagai Wajib Pajak Persyaratan Tertentu sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat (2) huruf f Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018.
  9. pedagang besar farmasi yang memiliki:
  10. sertifikat distribusi farmasi atau izin pedagang besar farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedagang besar farmasi; dan
  11. sertifikat cara distribusi obat yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan yang mengatur mengenai cara distribusi obat yang baik;
  12.  distributor alat kesehatan yang memiliki:     
  13. sertifikat distribusi alat kesehatan atau izin penyalur alat kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyalur alat kesehatan; 
  14. sertifikat cara distribusi alat kesehatan yang baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang­-undangan yang mengatur mengenai cara distribusi alat kesehatan yang baik; atau
  15. perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan saham lebih dari 50% (lima puluh persen) yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara induk sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

 

Terkait dengan tata cara pengembalian pendahuluan, PER-6/PJ/2025 mengatur bahwa secara umum proses pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak tetap mengacu kepada PMK 39 tahun 2018. Seiring dengan perluasan definisi PKP Berisiko Rendah, PER-6/PJ/2025 mengatur bahwa Special Purpose Company atau Kontrak Investasi Kolektif sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada Masa Pajak perolehan real estat, dengan terlebih dahulu mengajukan permohonan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 200/PMK.03/2015.

 

Berdasarkan ketentuan ini, Kontrak Investasi Kolektif adalah kontrak antara manajer investasi dan bank kustodian yang mengikat pemegang unit penyertaan dimana manajer investasi diberi wewenang untuk mengelola portofolio investasi kolektif dan bank kustodian diberi wewenang untuk melaksanakan penitipan kolektif, yang dibentuk semata-mata untuk kepentingan Dana Investasi Real Estate. 

 

Sedangkan Special Purpose Company adalah Perseroan Terbatas yang sahamnya dimiliki oleh Dana Investasi Real Estat berbentuk Kontrak Investasi Kolektif paling kurang 99,9% (sembilan puluh sembilan koma sembilan persen) dari modal disetor yang dibentuk semata-mata untuk kepentingan Dana Investasi Real Estat berbentuk Kontrak Investasi Kolektif.

 

Ketentuan terkait:

 

  • Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang – undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  • Peraturan Menteri Keuangan nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak
  • Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-6/PJ/2025 tentang Pelaksanaan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak Terhadap Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, Dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, Serta Special Purpose Company Atau Kontrak Investasi Kolektif Sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.
PreviousNext

Share:

Comments (0)


profile