Ideatax

Payment ID dan Implikasi Perpajakannya

 

Bertepatan dengan peringatan hari Kemerdekaan Indonesia yang ke 80, Bank Indonesia (BI)  sedianya akan meluncurkan Payment ID. Namun demikian, berdasarkan keterangan lebih lanjut, BI menyatakan bahwa peluncuran Payment ID pada hari ulang tahun RI ke 80 tersebut batal dilaksanakan. 

 

Kepala Departement Kebijakan Pembayaran BI, Dicky Kartikoyono, menyampaikan bahwa transaksi Payment ID masih bersifat uji coba. Meski urung diluncurkan pada Agustus 2025 ini, BI menyatakan bahwa Payment ID disiapkan untuk keperluan peluncuran program bantuan sosial Non tunai di Banyuwangi, Jawa Timur pada September 2025 mendatang.

 

Belum banyak yang kita tahu mengenai sistem pembayaran baru tersebut. Oleh sebab itu, melalui artikel ini kita akan membahan mengenai Payment ID beserta implikasi Perpajakannya. 

 

Pengertian Payment ID

 

Secara umum, Payment ID didefinisikan sebagai identitas pembayaran tunggal (unique identifier) yang mengaitkan setiap transaksi pembayaran digital dengan identitas pengguna secara konsisten di seluruh kanal baik berupa rekening bank, dompet elektronik, kartu, QRIS, dan lain sebagainya. 

 

Payment ID mengambil gagasan bahwa satu identitas dapat digunakan sebagai identitas seluruh transaksi. Sehingga, jejak transaksi tersebut lebih mudah diverifikasi dan diawasi, sekaligus memudahkan layanan publik dan inklusi keuangan. Dalam konteks Indonesia, Payment ID diproyeksikan sebagai kode unik yang terhubung ke identitas kependudukan (NIK) dengan kontrol persetujuan pengguna.

 

Sebagai informasi, peluncuran Payment ID berdasarkan pada Blueprint Sistem Pembayaran Indonesia (SPI) tahun 2025, yang menempatkan Digital ID dan Payment ID sebagai fondasi integrasi pembayaran nasional. Selain itu, Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 4 tahun 2025 tentang Kebijakan Sistem Pembayaran juga menjadi dasar bagi Bank Indonesia dalam merumuskan kebijakan sistem pembayaran. 

 

Terdapat empat tujuan utama Payment ID. Pertama, Payment ID bertujuan untuk meningkatkan integritas data dan ketertelusuran transaksi. Kedua, Payment ID bertujuan untuk memperkuat pemberantasan penipuan dan social engineering. Ketiga, Payment ID bertujuan untuk mempermudah interoperabilitas lintas penyelenggara jasa sistem pembayaran. Keempat, Payment ID bertujuan untuk memperluas inklusi keuangan karena onboarding dan verifikasi menjadi lebih sederhana. 

 

Bagi konsumen, Payment ID bermanfaat untuk mengurangi oversharing terhadap detail sensitif seperti nomor rekening secara berulang. Selain itu, implementasi Payment ID juga dapat memudahkan refund/chargeback dan pelacakan pembayaran, serta dapat mempercepat akses layanan keuangan baik berupa kredit mikro maupun asuransi mikro. Hal ini dikarenakan rekam jejak pembayaran tersusun rapi. 

 

Di sisi lain, bagi merchant/penyedia jasa, Payment ID memungkinkan dilakukannya rekonsiliasi lebih cepat, penurunan risiko salah kirim, dan peningkatan compliance KYC/AML karena proses data matching yang lebih akurat.

 

Secara sederhana proses kerja Payment ID dapat digambarkan dalam lima langkah sebagai berikut: 

  1. Penerbitan/registrasi Payment ID terhubung ke identitas yang tervalidasi (mis. NIK) melalui PJSP/BI.
  2. Binding Payment ID ke berbagai instrumen (rekening, e-wallet, kartu, QRIS).
  3. Otorisasi berbasis persetujuan saat Payment ID dipakai—misalnya notifikasi ke ponsel untuk menyetujui akses/analisanya. 
  4. Transmisi & pencocokan (name/ID check) sebelum dana berpindah. 
  5. Pencatatan kaya-data (ISO 20022) guna reconciliation dan analitik risiko. Model ini sejalan dengan penjelasan publik BI dan praktik proxy addressing di berbagai negara.

 

Penerapan di Negara Lain

 

Beberapa negara telah terlebih dahulu menerapkan integrasi pembayaran dengan identitas. India misalnya, telah menggunakan Virtual Payment Address (VPA/Payment Address) sebagai pengenal transaksi pada jaringan. VPA memungkinkan transfer 24/7 tanpa membagi nomor rekening, dan menjadi contoh kuat alias-based payments

 

Di sisi lain, Singapura juga telah meluncurkan PayNow yang mengaitkan rekening ke nomor ponsel. Sehingga masyarakat cukup memasukkan identitas sederhana untuk mengirim maupun terima dana. Hal yang sama juga telah dilaksanakan Thailand melalui PromptPay. PromptPay mengizinkan pengaitan Citizen ID atau nomor selular ke rekening untuk transfer real-time dan biaya rendah. 

 

Implikasi Perpajakan

 

Sebagaimana diketahui bahwa melalui Pasal 2 Undang – Undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, Pemerintah telah mengatur bahwa Nomor Pokok Wajib Pajak bagi orang pribadi yang merupakan penduduk Indonesia adalah dengan menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK).

 

Selain itu, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112 tahun 2022 tentang Nomor Pokok Wajib Pajak Bagi Wajib Pajak Orang Pribadi, Wajib Pajak Badan, dan Wajib Pajak Instansi Pemerintah sebagaimana telah diubah terakhir dengan PMK Nomor 136 tahun 2023 juga telah diatur bahwa terdapat enam layanan administrasi yang menggunakan Nomor Induk Kependudukan sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, diantaranya adalah:

 

  1. layanan pencairan dana pemerintah.
  2. layanan ekspor dan impor.
  3. layanan perbankan dan sektor keuangan lainnya.
  4. layanan pendirian badan usaha dan perizinan berusaha.
  5. layanan administrasi pemerintahan selain yang diselenggarakan Direktorat Jenderal Pajak.
  6. layanan lain yang mensyaratkan penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak.

 

Berdasarkan hal tersebut di atas, apabila Payment ID yang menggunakan Nomor Induk Kependudukan jadi diterapkan sebagai gateway transaksi di Indonesia, maka terdapat beberapa implikasi perpajakan yang kemungkinan akan timbul.

 

Pertama, dengan integrasi dan data matching payment ID dengan perpajakan yang sama – sama menggunakan NIK sebagai basis data, maka akan mudah bagi otoritas perpajakan untuk menelusuri transaksi keuangan wajib pajak. Sehingga, bisa jadi di masa mendatang DJP akan menerbitkan Surat permintaan penjelasan dan atau konfirmasi untuk meminta keterangan dari wajib pajak terkait dengan transaksi.

 

Kedua, untuk menghindari penelusuran transaksi dari otoritas perpajakan, bisa jadi wajib pajak akan menggunakan identitas payment ID dari pihak yang tidak sebenarnya. Sebagai contoh, pemilik usaha akan menggunakan payment ID milik salah satu karyawannya untuk melakukan berbagai transaksi yang bersifat pribadi dengan maksud untuk menghindari penelusuran DJP.

 

Ketiga, terdapat kemungkinan wajib pajak akan mengalihkan transaksinya bukan melalui transfer, payment ID gateway maupun QRIS, melainkan dengan cara tunai dengan maksud untuk menghindari penelusuran dari otoritas perpajakan. Apabila kondisi ini terjadi maka pemerintah harus khawatir karena hal ini mengindikasikan ketidakpercayaan masyarakat kepada pemerintah.

 

PreviousNext

Share:

Comments (0)


profile