Beberapa tahun sebelum Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) disahkan pada tahun 2021, ramai terdengar bahwa pemerintah akan memasukkan klausul pajak atas warisan dalam rancangan Undang-Undang yang baru. Bahkan, Direktur Jenderal Pajak saat itu, Robert Pakpahan, beberapa kali menyampaikan klarifikasi bahwa pada saat itu Pemerintah Indonesia belum berencana menerapkan pajak atas warisan (Pajak, 2018).
Namun demikian, pada kenyataannya, sampai dengan Undang-Undang HPP terbit, pemerintah masih mengecualikan warisan sebagai objek pajak. Hal itu diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf b UU Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan UU HPP yang menyatakan bahwa yang dikecualikan dari objek pajak adalah warisan.
Meskipun warisan bukan merupakan objek pajak penghasilan, namun perlu diingat bahwa warisan yang belum terbagi yang ditinggalkan oleh orang pribadi subjek pajak dalam negeri dianggap sebagai subjek pajak dalam negeri. Adapun untuk pelaksanaan pemenuhan kewajiban perpajakannya, warisan tersebut menggantikan kewajiban ahli waris yang berhak. Apabila warisan tersebut telah dibagi, kewajiban perpajakannya beralih kepada ahli waris. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c UU PPh.
Sebenarnya, beberapa negara telah mengenakan pajak atas warisan. Sebut saja Jepang yang mengenakan pajak warisan dengan tarif progresif hingga 55% kepada ahli waris berdasarkan nilai yang diterima setelah dikurangi beberapa pengurangan dan pengecualian. Di sisi lain, Korea Selatan dan Perancis mengenakan pajak warisan hingga 50% dan 45%.
Secara definisi, Pajak atas warisan merupakan pungutan atas harta yang diterima oleh seseorang sebagai ahli waris dari pewaris yang telah meninggal dunia. Seperti disebutkan dimuka bahwa di Indonesia, istilah "pajak warisan" secara teknis tidak digunakan secara langsung. Hal ini dikarenakan tidak ada pajak khusus yang disebut "pajak warisan" seperti di beberapa negara lain. Namun, harta warisan tetap dapat dikenakan pajak dalam konteks tertentu melalui skema pajak penghasilan (PPh), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB), atau ketika harta tersebut menghasilkan penghasilan di kemudian hari.
Menurut Undang-Undang Pajak Penghasilan (UU No. 36 Tahun 2008 tentang PPh), warisan yang diterima oleh ahli waris bukan merupakan objek pajak penghasilan. Ini ditegaskan dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a, yang menyatakan bahwa warisan termasuk dalam bukan objek pajak. Artinya, pada saat menerima warisan, penerima tidak wajib membayar pajak penghasilan atas harta yang diterimanya.
Meski tidak dikenai PPh, penerima warisan tetap harus membayar BPHTB jika warisan berupa tanah dan/atau bangunan. BPHTB diatur dalam UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Tarif BPHTB adalah 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP), yang besarannya ditentukan oleh masing-masing pemerintah daerah. Selain itu, apabila warisan atas tanah dan bangunan tidak dilaporkan dalam SPT Tahunan, maka penerimaan warisan atas tanah dan bangunan tersebut dapat dikenakan Pajak Penghasilan atas pengalihan tanah dan bangunan sebesar 2,5%. Oleh sebab itu, apabila wajib pajak menerima warisan dalam bentuk tanah dan bangunan maka wajib pajak disarankan untuk mengurus surat keterangan bebas tanah dan bangunan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 8/PJ/2023 tentang Tata Cara Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya Dan Pembebasan Dari Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penjualan Rumah Tinggal Atau Hunian Yang Tergolong Sangat Mewah Di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata.
Warisan dalam Bentuk Usaha atau Saham
Jika warisan berupa saham atau kepemilikan usaha, maka penerima tidak dikenai pajak pada saat penerimaan. Namun, jika kemudian usaha tersebut memberikan dividen atau keuntungan, maka penerima wajib membayar PPh atas penghasilan yang diperoleh dari harta warisan tersebut. Ini menjadikan warisan sebagai potensi penghasilan masa depan yang dikenai pajak.
Ketidakhadiran pajak warisan langsung di Indonesia dapat mendorong stabilitas ekonomi keluarga dan kelangsungan usaha keluarga. Namun, ini juga menimbulkan tantangan ketimpangan kekayaan. Menurut laporan Oxfam dan World Bank, 1% orang terkaya di Indonesia menguasai lebih dari 45% kekayaan nasional. Pajak warisan dapat menjadi salah satu instrumen untuk mendistribusikan kekayaan lebih merata.
Beberapa ekonom dan LSM telah mendorong agar Indonesia mempertimbangkan penerapan pajak warisan yang progresif, terutama untuk warisan bernilai sangat besar. Namun, tantangan utama adalah dalam pengawasan dan penilaian nilai warisan secara akurat, serta potensi penolakan politik dan sosial dari kelompok kaya.
Sengketa perpajakan atas warisan jarang terjadi, tetapi sengketa terkait BPHTB dan penilaian NPOP kerap menjadi isu. Dalam beberapa kasus, ahli waris menggugat keputusan nilai BPHTB yang dinilai terlalu tinggi oleh pemerintah daerah. Hal ini menunjukkan perlunya transparansi dan reformasi dalam sistem perpajakan warisan, khususnya dalam perhitungan nilai objek pajak.
Meskipun Indonesia tidak mengenakan pajak warisan secara langsung, penerimaan negara dari BPHTB warisan tetap signifikan. Ke depan, pemerintah perlu meninjau ulang sistem perpajakan harta warisan dalam konteks keadilan sosial dan penguatan basis pajak. Dengan sistem yang adil dan transparan, pajak warisan dapat menjadi alat untuk menyeimbangkan distribusi kekayaan nasional tanpa menghambat mobilitas ekonomi keluarga.
Dalam hal saudara memerlukan penjelasan atau keterangan lebih lanjut terkait dengan pajak warisan, Ideatax siap membantu.
Ketentuan Terkait
- Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan Sebagaimana Telah Diubah Terakhir Dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
- Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER - 8/PJ/2023 tentang Tata Cara Pengecualian Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Pengalihan Hak Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Atau Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah Dan/Atau Bangunan Beserta Perubahannya Dan Pembebasan Dari Pemungutan Pajak Penghasilan Atas Penjualan Rumah Tinggal Atau Hunian Yang Tergolong Sangat Mewah Di Kawasan Ekonomi Khusus Pariwisata