Kementerian Perdagangan mencatat bahwa selama semester pertama tahun 2025, transaksi antara Indonesia dan Jepang menempati posisi keempat terbesar setelah China, Amerika Serikat, dan India. Pada periode tersebut, ekspor Indonesia ke Jepang mencapai USD 7,12 miliar, sementara impor dari Jepang mencapai USD 7,47 miliar. Oleh sebab itu, terjadi defisit perdagangan sebesar USD 0,35 miliar.
Salah satu bentuk kerja sama yang umum dalam hubungan ekonomi kedua negara adalah transaksi pembayaran jasa teknis (technical assistance). Proses alih teknologi dari Jepang ke Indonesia kerap membutuhkan layanan tersebut, baik secara langsung atau tidak langsung. Namun, hal ini sering menimbulkan kebingungan terkait pemotongan dan manajemen pajaknya.
Perlakuan Pajak atas Pembayaran Jasa Teknis
Menurut OECD Model Tax Convention Commentary on Article 12 Paragraf 11.6, apabila dalam suatu kontrak pemberian jasa teknis dan know how dapat dipisahkan, maka masing-masing akan dikenakan pajak secara terpisah. Namun, jika tak dapat dipisahkan, maka transaksi tersebut dianggap sebagai satu kesatuan dan dikenakan pajak berdasarkan perlakuan yang sama dengan royalty.
Dengan dasar ini, terdapat dua kemungkinan pengelolaan pajak atas pemberian jasa teknis:
- Jasa teknis tidak dapat dipisahkan dari know how
- Jasa teknis dapat dipisahkan dari know how
Jasa Teknis Tidak Dapat Dipisahkan dari Know How
Apabila pemberian jasa teknis tidak dapat dipisahkan dari pembayaran know how atau royalty, maka berdasarkan Pasal 12 P3B (Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda) antara Indonesia dan Jepang, negara sumber (Indonesia) berhak mengenakan pajak tidak lebih dari 10% atas penghasilan tersebut. Ketentuan tersebut berlaku selama penerima penghasilan memiliki DGT Form dan Certificate of Residence (COR) yang valid.
Dengan demikian, dalam kasus ini, pembayaran jasa teknis dianggap satu kesatuan dengan royalty dan dikenakan PPh Pasal 26 sebesar 10%.
Jasa Teknis Dapat Dipisahkan dari Know How
Jika dalam kontrak dapat dipisahkan antara jasa teknis dan know how, maka keduanya memiliki perlakuan pajak yang berbeda, yaitu sebagai berikut:
- Jasa teknis: Dikenakan pajak berdasarkan Pasal 7 Tax Treaty Indonesia-Jepang, yaitu di tempat domisili pihak penerima penghasilan (Jepang), sepanjang tidak memiliki Permanent Establishment (PE) di Indonesia.
- Know how: Dikenakan pajak sesuai Pasal 12 Tax Treaty, dengan tarif maksimum 10% di negara sumber, jika DGT Form atau COR tersedia.
Kesimpulan
Dalam transaksi pembayaran jasa teknis dan know how antara perusahaan Indonesia dan Jepang, strategi manajemen pajak dapat dilakukan dengan tidak memisahkan keduanya dalam kontrak. Alasannya, jika transaksi tersebut digabung dan memenuhi syarat administrasi (DGT Form atau COR valid), maka tarif pajak yang dikenakan hanya 10% berdasarkan PPh Pasal 26.
Sebaliknya, jika perusahaan memilih untuk memisahkan kedua jenis pembayaran, maka pajak atas jasa teknis akan dikenakan di Jepang dengan tarif 30–34%, sesuai tarif pajak korporasi di negara tersebut. Secara sederhana, penggabungan transaksi dapat menghemat pajak sebesar 20–24% dibandingkan jika dipisahkan.
FAQ Seputar Manajemen Pajak atas Jasa Teknis Kasus Transaksi Indonesia-Jepang
Apa yang dimaksud dengan jasa teknis dalam konteks perpajakan internasional?
Jasa teknis (technical assistance) adalah layanan profesional yang melibatkan penerapan pengetahuan teknis, keterampilan, atau pengalaman tertentu dari pihak luar negeri untuk membantu kegiatan usaha di Indonesia. Contohnya meliputi pelatihan teknis, instalasi mesin, konsultasi teknis, atau transfer teknologi.
Mengapa pembayaran jasa teknis antara Indonesia dan Jepang perlu diperhatikan dari sisi pajak?
Karena pembayaran jasa teknis dari Indonesia kepada pihak Jepang tergolong sebagai transaksi lintas negara yang dapat menimbulkan kewajiban pajak penghasilan (PPh 26). Selain itu, perlakuan pajaknya tergantung pada apakah jasa tersebut dapat dipisahkan dari know how atau tidak, sesuai ketentuan tax treaty Indonesia–Jepang.
Dokumen apa yang wajib disiapkan agar tarif pajak lebih rendah dapat diterapkan?
Perusahaan wajib menyediakan DGT Form (Direktorat Jenderal Pajak Form) dan Certificate of Residence (COR) dari pihak Jepang. Dokumen ini menjadi bukti bahwa penerima penghasilan adalah beneficial owner yang berhak atas fasilitas tax treaty.
Mengapa penggabungan pembayaran jasa teknis dan know how bisa menghemat pajak?
Karena jika pembayaran jasa teknis dan know how digabung dalam satu kontrak, maka perlakuan pajaknya mengikuti tarif royalti (10%). Sementara jika dipisahkan, penghasilan jasa teknis akan dikenakan pajak di Jepang dengan tarif 30–34%. Dengan demikian, strategi penggabungan bisa menghemat pajak hingga 20–24%.
Apakah setiap pembayaran jasa teknis ke luar negeri otomatis kena PPh 26?
Tidak selalu. Pengenaan PPh 26 tergantung pada jenis jasa, domisili penerima, dan ketentuan tax treaty antara Indonesia dengan negara mitra. Jika penerima jasa berdomisili di negara yang memiliki perjanjian pajak dengan Indonesia dan memenuhi syarat dokumen, maka tarif pajaknya bisa lebih rendah.


