Ideatax

Minggu kedua Desember 2024 menjadi minggu yang sibuk bagi Pemerintah dan Wajib Pajak. Bagaimana tidak, pada saat Pemerintah mempersiapkan coretax system yang akan diberlakukan Januari 2025, Pemerintah juga mengumumkan bahwa tarif PPN akan naik menjadi 12% pada awal 2025 mendatang. Banyak penyesuaian yang harus dipersiapkan oleh wajib pajak. Selain itu, banyak pertanyaan dan kebingungan bagi wajib pajak terkait dengan implementasi PPN sebesar 12% tersebut.


Untuk meredam gejolak dan mengurangi kebingungan Wajib Pajak, maka pada tanggal 21 Desember 2024 Pemerintah menerbitkan keterangan tertulis Nomor KT-03/2024 tentang Penyesuaian Tarif PPN 1%. Terdapat tujuh belas poin yang disampikan oleh Pemerintah dalam rilis resmi tersbut. Diantaranya adalah sebagai berikut:


Pertama, Pemerintah menyampaikan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% merupakan amanat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Selain itu, Pemerintah juga menyampaikan bahwa pada saat undang – undang HPP disahkan, Pemerintah dan DPR sepakat bahwa kenaikan tarif PPN dilakukan secara bertahap. Pemerintah menyampaikan bahwa Kenaikan secara bertahap ini dimaksudkan agar tidak memberi dampak yang signifikan terhadap daya beli masyarakat, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi.


Kedua, Pemerintah menyampaikan bahwa Barang dan jasa yang merupakan kebutuhan pokok masyarakat, tetap diberikan fasilitas pembebasan PPN atau PPN dengan tarif 0%. Barang dan jasa yang diberikan fasilitas pembebasan PPN tersebut antara lain adalah sebagai berikut:

 

  • Barang kebutuhan pokok yaitu beras, gabah, jagung, sagu, kedelai, garam, daging, telur, susu, buah-buahan, dan sayur-sayuran
  • Jasa-jasa di antaranya jasa pelayanan kesehatan medis, jasa pelayanan sosial, jasa keuangan, jasa asuransi, jasa pendidikan, jasa angkutan umum di darat dan di air, jasa tenaga kerja serta jasa persewaan rumah susun umum dan rumah umum.
  • Barang lainnya misalnya buku, kitab suci, vaksin polio, rumah sederhana, rusunami, listrik, dan air minum


Ketiga, melalui keterangan tertulis tersebut Pemerintah menyampaikan bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% berlaku untuk seluruh barang dan jasa yang selama ini dikenai tarif 11%, kecuali beberapa jenis barang yang merupakan kebutuhan masyarakat banyak. Dan keempat, Pemerintah mengklaim bahwa Kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% tidak berdampak signifikan terhadap harga barang dan jasa. Pemerintah mengklaim bahwa kenaikan PPN 11% menjadi 12% hanya menyebabkan tambahan harga sebesar 0,9% bagi konsumen.


Kelima, Pemerintah menyampaikan bahwa jasa atas transaksi uang elektronik dan dompet digital selama ini telah dikenakan PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Namun demikian, pemerintah menyampiakan bahwa yang menjadi dasar pengenaan pajaknya bukanlah nilai pengisian uangnya (top up), saldo (balance), maupun nilai transaksi jual beli. Yang menjadi dasar pengenaan pajaknya adalah jasa layanan penggunaan uang elektronik atau dompet digital tersebut.


Keenam, Pemerintah menyampaikan bahwa atas penyerahan jasa sistem pembayaran oleh Penyelenggara Jasa Sistem Pembayaran (PJSP) kepada para merchant terutang PPN sesuai ketentuan PMK 69/PMK.03/2022 tentang Pajak Penghasilan dan Pajak Pertambahan Nilai atas Penyelenggaraan Teknologi Finansial. Hal ini berarti penyelenggaraan jasa sistem pembayaran bukan merupakan objek pajak baru.Yang menjadi dasar pengenaan PPN adalah Merchant Discount Rate (MDR) yang dipungut oleh penyelenggara jasa dari pemilik merchant.


Ketujuh, Pemerintah Kembali menegaskan bahwa biaya berlangganan platform digital seperti Spotify, Zoom, Netflix, Youtube Premium, dan sebagainya merupakan objek pajak PPN PMSE sebagaimana diatur dalam PMK 60/PMK.03/2022 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak Dari Luar Daerah Pabean di dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik. Sehingga, pengenaan pajak atas PPN PMSE tersebut bukan merupakan objek pajak baru.


Kedelapan, Pemerintah juga menegaskan bahwa atas transaksi berupa Penyerahan/Penghasilan Sehubungan dengan Penjualan Pulsa, Kartu Perdana, Token, dan Voucer bukan merupakan objek pajak baru karena sudah dikenakan pajak melalui ketentuan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021.


Kesembilan, Pemerintah menyampaikan bahwa terhadap transaksi penjualan tiket konser musik dan sejenisnya merupakan objek Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT) yang diadministrasikan oleh Pemerintah kabupaten/kota sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (UU HKPD). Sehingga, atas transaksi tersebut Pemerintah sekali lagi menegaskan bahwa bukan merupakan objek PPN.


Kesepuluh, Pemerintah menegaskan bahwa atas transaksi penjualan tiket pesawat dalam negeri yang bukan merupakan bagian dari tiket pesawat luar negeri bukan merupakan objek PPN baru. Hal ini dikarenakan atas transaksi tersebut telah dikenakan berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 50 Tahun 1994 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa Dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994.


Kesebelas, melalui keterangan tertulis tersebut, Pemerintah mengklaim bahwa kenaikan PPN dari 11% menjadi 12% tidak menurunkan daya beli masyarakat secara signifikan. Hal ini disebabkan karena Berdasarkan hitungan Pemerintah, inflasi saat ini rendah di angka 1,6%. Dampak kenaikan PPN 11% menjadi 12% adalah 0,2%.


Keduabelas, Pemerintah menyampaikan bahwa berdasarkan kenaikan PPN yang semula 10% menjadi 11% pada tahun 2022 silam, Pemerintah berkeyakinan bahwa kenaikan tarif PPN tersebut tidak menyebabkan lonjakan harga barang/jasa dan tergerusnya daya beli masyarakat.


Ketigabelas, Pemerintah menyampaikan bahwa Pemerintah telah menyiapkan paket insentif ekonomi untuk kesejahteraan yang akan semakin melindungi kelompok masyarakat tidak atau kurang mampu, meliputi:

 

  1. Dukungan untuk Rumah Tangga dan Individu (PMK)
    a. Pemerintah akan menyalurkan bantuan pangan berupa beras bagi 16 juta keluarga penerima manfaat. Setiap keluarga akan menerima 10 kg beras per bulan selama dua bulan, yaitu Januari dan Februari 2025.
    b. PPN DTP 1% untuk tepung terigu, gula industri, dan minyak Kita selama 1 tahun.
    c. Diskon 50% untuk tagihan listrik diberikan kepada pelanggan dengan daya 2200VA atau lebih rendah selama dua bulan pertama di tahun 2025.
    d. Diskon PPN DTP bagi pembelian rumah dengan harga jual sampai dengan Rp5 miliar atas Rp2 miliar pertama (diskon 100% untuk bulan Januari-Juni 2025, dan 50% untuk bulan Juli-Desember 2025)

     

  2. Dukungan untuk pekerja
    Perbaikan kemudahan akses jaminan kehilangan pekerjaan diberikan kepada pekerja yang mengalami PHK.

     

  3. Stimulus untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) (perubahan PP 55 Tahun 2022)
    a. Masa berlaku bagi WP OP UMKM yang telah menggunakan tarif PPh Final 0,5% selama 7 tahun dan berakhir pada tahun 2024, diperpanjang untuk tahun 2025.
    b. Bagi WP OP UMKM lainnya tetap dapat menggunakan PPh Final 0,5% selama 7 tahun sejak pertama kali terdaftar sesuai PP 55/2022.
    c. UMKM dengan omzet di bawah Rp500 juta per tahun dibebaskan sepenuhnya dari kewajiban membayar PPh.

     

  4. Dukungan untuk Sektor Industri dan Padat Karya (PMK)
    a. Pekerja sektor padat karya dengan gaji hingga Rp10 juta per bulan akan mendapat insentif PPh Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP).
    b. Bantuan 50% untuk Jaminan Kecelakaan Kerja sektor padat karya selama 6 (enam) bulan yang dibayar oleh BPJSTK.
    c. Subsidi bunga 5% untuk pinjaman oleh perusahaan tekstil untuk revitalisasi mesin.

     

  5. Stimulus untuk Sektor Perumahan (PMK PPN DTP)
    Pemerintah memberikan diskon PPN DTP untuk pembelian rumah sebagai sektor dengan multiplier tinggi dengan harga jual hingga Rp5 miliar untuk Rp2 miliar pertama, dengan skema diskon 100% pada periode Januari – Juni 2025 dan diskon 50% pada periode Juli – Desember 2025.

     

  6. Insentif untuk Sektor Otomotif (PMK PPN DTP)
    a. Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB) mendapat berbagai insentif, termasuk PPN DTP 10% untuk KBLBB, PPnBM DTP 15% untuk KBLBB impor CBU dan CKD, serta bea masuk 0% untuk KBLBB CBU.
    b. Kendaraan bermotor hybrid diberikan insentif berupa PPnBM DTP sebesar 3%.
    Keempatbelas, Pemerintah menyampaikan bahwa pemberian paket insentif ekonomi untuk kesejahteraan tersebut akan melengkapi berbagai program Pemerintah. Kelimabelas, Pemerintah juga menklaim bahwa kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% akan memperkuat penerimaan negara di APBN. Sehingga dapat mendukung keberlanjutan pembangunan nasional, termasuk membiayai program-program pendidikan, kesehatan dan kesejahteran masyarakat kurang mampu.
    Keenambelas, dalam keterangan pers tersebut Pemerintah menyampaikan bahwa sampai saat ini Pemerintah tidak berencana untuk menurunkan batasan omzet bagi pengusaha untuk menggunakan tarif PPh 0.5% maupun sebagai batasan untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), dari Rp4,8 miliar per tahun menjadi Rp3,6 miliar per tahun.


    Ketujuhbelas, Kementerian keuangan masih melakukan pembahasan terkait dengan Batasan barang kebutuhan pokok premium dan jasa Kesehatan/Pendidikan premium yang dikenakan PPN. Sehingga, sampai dengan dengan diterbitkan peraturan terkait, terhadap bahan kebutuhan pokok dan jasa Kesehatan/Pendidikan premium tetap dibebaskan dari pengenaan PPN.


    Demikian update mengenai keterangan pers pemerintah. Untuk berita dan artikel perpajakan teraktual, Ideatax adalah solusinya.

PreviousNext

Share:

Comments (0)


profile