Ideatax

Pada artikel sebelumnya, kita telah membahas mengenai peristiwa dan kebijakan perpajakan pada semester pertama tahun 2024. Pada artikel kali ini, kita akan membahas mengenai berbagai peristiwa dan kebijakan perpajakan yang diambil oleh Pemerintah selama semester kedua tahun 2024.

 

Juli

 

Dimulai pada bulan Juli. Sampai dengan akhir Juli 2024 ini, penerimaan pajak yang telah dikumpulkan oleh Pemerintah telah mencapai 44,94% dari target APBN atau sebesar Rp893,85 triliun. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, penerimaan pada Tengah tahun ini mengalami penurunan sebesar 7,97% (year on year). Penerimaan sebesar Rp893,85 triliun tersebut utamanya ditopang oleh penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp519,58 triliun dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar Rp332,81 triliun (Kemenkeu, 2024).

 

Selain itu, pada bulan Juli 2024 Pemerintah secara resmi juga mengimplementasikan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Sehingga, mulai 1 Juli 2024, NPWP 16 digit dan NITKU digunakan dalam layanan administrasi yang diselenggarakan oleh DJP. Hal ini sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 6/PJ/2024 tentang Penggunaan Nomor Induk Kependudukan Sebagai Nomor Pokok Wajib Pajak, Nomor Pokok Wajib Pajak Dengan Format 16 (Enam Belas) Digit, dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha dalam Layanan Administrasi Perpajakan.

 

Terdapat dua puluh satu layanan perpajakan yang dapat menggunakan NPWP 16 digit dan Nomor Identitas Tempat Kegiatan Usaha (NITKU) per tanggal 12 Juli 2024, diantaranya adalah:

 

 

 

Agustus

 

Pada bulan Agustus 2024, jumlah penerimaan pajak yang berhasil dikumpulkan oleh Direktorat Jenderal Pajak mencapai Rp1.196,54 triliun rupiah atau sebesar 59,73% dibandingkan dengan target APBN 2024. Namun demikian, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu, penerimaan pajak pada tahun 2024 mengalami perlambatan sebesar 4,04% year on year (Kemenkeu, 2024). Apabila dirinci lebih lanjut, maka penerimaan pajak tersebut terdiri dari penerimaan Pajak Penghasilan (PPh) sebesar Rp709,97 triliun, penerimaan PPN sebesar Rp470,81 triliun dan Penerimaan PBB & Pajak lainnya sebesar Rp15,76 triliun (Kemenkeu, 2024).

 

Dari sisi regulasi, pada Agustus 2024, Kementerian Keuangan juga menerbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 47 tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 70/PMK.03/2017 tentang Petunjuk Teknis Mengenai Akses Informasi Keuangan Untuk Kepentingan Perpajakan. Melalui ketentuan tersebut, Pemerintah antara lain mengatur bahwa Direktur Jenderal Pajak berwenang memperoleh informasi keuangan, termasuk keterangan dan/atau informasi lainnya, yang berkaitan dengan kesepakatan dan/atau praktik keuangan.

 

September

 

Hingga akhir September 2024,penerimaan pajak yang berhasil dikumpulkan adalah sebesar Rp1.354,82 triliun atau sebesar 68,12% dari target APBN. Lagi – lagi, jika dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (year on year), penerimaan pajak pada September 2024 masih terkontraksi sebesar 2,38% (Kemenkeu, 2024)

 

Pada bulan September 2024, Pemerintah memberikan pengaturan ulang terkait dengan ketentuan perpajakan bagi perwakilan negara asing dan badan internasional. Melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-8/PJ/2024 tentang Tata Cara Pemberian Dan Penggunaan Nomor Pokok Wajib Pajak Untuk Kepentingan Administrasi Perpajakan Bagi Perwakilan Negara Asing dan Badan Internasional Serta Pejabatnya, yang Tidak Termasuk Subjek Pajak Penghasilan, Pemerintah mengatur bahwa DJP memberikan NPWP sebagai nomor identitas perpajakan terhadap perwakilan negara asing, pejabat perwakilan negara asing, badan internasional dan pejabat badan internasional. Hal ini berbeda dari pengaturan sebelumnya yang menyatakan bahwa perwakilan negara asing, badan internasional beserta pejabatnya bukan merupakan subjek pajak sehingga tidak diberikan NPWP.

 

Namun demikian, ketentuan tersebut juga mengatur bahwa NPWP bagi perwakilan negara asing, badan internasional dan para pejabatnya tidak menimbulkan kewajiban pajak penghasilan sepanjang pejabat perwakilan tersebut tidak menerima penghasilan di luar jabatannya, negara mitra memperlakukan asas timbal balik, dan badan internasional tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain selain memberikan pinjaman kepada Pemerintah Indonesia.

 

Oktober

 

Bulan Oktober merupakan bulan yang cukup penting pada tahun 2024. Dimana pada bulan ini Pemerintah menerbitkan empat Peraturan Menteri Keuangan dalam bidang keuangan dan perpajakan yang cukup signifikan. Peraturan pertama adalah terkait dengan pemberian fasilitas PPh badan. Melalui Peraturan Menteri Keuangan Nomor 69 tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 130/Pmk.010/2020 Tentang Pemberian Fasilitas Pengurangan Pajak Penghasilan Badan, Pemerintah mengatur bahwa Untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan, Wajib Pajak badan harus memenuhi kriteria sebagai berikut:

 

  1. merupakan Industri Pionir;

  2. berstatus sebagai badan hukum Indonesia;

  3. melakukan penanaman modal baru yang belum pernah diterbitkan keputusan mengenai pemberian fasilitas PPh badan dan fasilitas perpajakan lainnya;

  4. mempunyai nilai rencana penanaman modal baru paling sedikit sebesar Rp100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah);

  5. memenuhi ketentuan besaran perbandingan antara utang dan modal sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai penentuan besarnya perbandingan antara utang dan modal perusahaan untuk keperluan penghitungan Pajak Penghasilan; dan

  6. berkomitmen untuk mulai merealisasikan rencana penanaman modal paling lambat 1 (satu) tahun setelah diterbitkannya keputusan pengurangan Pajak Penghasilan badan.

 

Peraturan kedua yang diterbitkan oleh Pemerintah pada bulan Oktober terkait dengan ketentuan perpajakan adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 79 tahun 2024 tentang Perlakuan Perpajakan dalam Kerjasama Operasi. Melalui ketentuan tersebut, Pemerintah antara lain mengatur bahwa kegiatan operasi atau joint operation tidak wajib untuk mendaftarkan diri untuk mendapatkan NPWP dan melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sepanjang tidak melakukan penyerahan barang dan jasa, tidak menerima atau memperoleh penghasilan dan/atau tidak mengeluarkan biaya atau membayarkan penghasilan kepada pihak lain.

 

Peraturan ketiga yang diterbitkan oleh Kementerian Keuangan terkait dengan perpajakan pada bulan Oktober adalah PMK 74 tahun 2024 tentang Pembentukan Cadangan Piutang Tak Tertagih yang Boleh Dikurangkan Dari Penghasilan Bruto. Melalui peraturan ini, Pemerintah memberikan pengaturan ulang terkait dengan Cadangan piutang tak tertagih yang boleh dibebankan sebagai biaya dalam laporan keuangan fiscal bagi wajib pajak yang bergerak dalam bidang perbankan, pembiayaan dan industry lainnya.

 

Sedangkan peraturan keempat yang terbit di bulan Oktober 2024 adalah Peraturan Menteri Keuangan Nomor 78 tahun 2024 tentang Ketentuan Pelaksanaan Bea Meterai. Dengan ketentuan ini, Pemerintah melakukan pengaturan ulang terkait penerbitan dan pentatausahaan bea meterai. Sehingga, peraturan ini sekaligus mencabut tiga peraturan sebelumnya, diantaranya adalah: 

 

  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 133/PMK.03/2021 tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 86 Tahun 2021 tentang Pengadaan, Pengelolaan, dan Penjualan Meterai;

  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 134/PMK.03/2021 tentang Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus pada Meterai Tempel, Kode Unik dan Keterangan Tertentu pada Meterai Elektronik, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, serta Pemeteraian Kemudian, dan

  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 151/PMK.03/2021 tentang Penetapan Pemungut Bea Meterai dan Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Bea Meterai.

 

Dari sisi penerimaan pajak, Kemenkeu melaporkan bahwa penerimaan pajak per 31 Oktober 2024 mencapai 1.517,53 triliun rupiah atau mencapai 76,30%. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, penerimaan pajak pada bulan Oktober 2024 masih mengalami kontraksi sebesar 0,42%. Namun demikian, jika dibandingkan dengan bulan – bulan sebelumnya dapat dilihat bahwa nilai perlambatan penerimaan pajak semakin mengecil. Artinya, terdapat pertumbuhan penerimaan pajak dari bulan ke bulan selama tahun 2024. Perlu diketahui bahwa penerimaan pajak sebesar Rp1.517,53 triliun tersebut terdiri dari penerimaan pajak penghasilan sebesar Rp864,46 triliun, penerimaan PPN&PPnBM sebesar 620,42 triliunserta penerimaan PBB dan Pajak lainnya sebesar 32,65 triliun (Kemenkeu, 2024).

 

November

 

Sebagaimana diketahui bahwa pada saat ini, direktorat jenderal pajak Tengah membangun suatu aplikasi super yang mampu memberikan pelayanan, pengadministrasian dan pengawasan wajib pajak. Sistem yang diberi nama coretax tersebut rencanaya akan diimplementasikan pada 1 Januari 2025. Oleh sebab itu, aplikasi coretax diimplementasikan secara penuh, Direktorat Jenderal Pajak menyiapkan sarana dan landasan hukum nya. Salah satunya dengan menerbitkan peraturan Menteri keuangan nomor 81 tahun 2024 tentang Ketentuan Perpajakan Dalam Rangka Pelaksanaan Sistem Inti Administrasi Perpajakan. Melalui ketentuan tersebut, pemerintah mencabut 42 peraturan lainnya terkait dengan teknis pelaksanaan hak dan kewajiban perpajakan. Sehingga, layak apabila peraturan setebal 600 halaman tersebut disebut sebagai PMK omnibuslaw perpajakan.

 

Selain itu, pada Bulan November 2024, pemerintah juga menerbitkan peraturan Menteri keuangan nomor 85 tahun 2024 tentang Penilaian Pajak Bumi Dan Bangunan Perdesaan Dan Perkotaan. Melalui ketentuan tersebut, pemerintah antara lain mengatur mengenai objek pajak bumi dan bangunan pedesaan dan perkotaan, dasar pengenaan pajak, nilai jual objek pajak, penilaian dan lain sebagainya.

 

Terkait dengan penerimaan pajak, Wakil Menteri Keuangan, Bapak Anggito Abimanyu dalam suatu kesempatan menyampaikan bahwa penerimaan pajak sampai dengan tanggal 30 November 2024 berjumlah Rp1.688,93 triliun atau mencapai 85% dari target penerimaan 2024. Penerimaan sebesar Rp1.688,93 triliun tersebut utamanya ditopang dari Pajak Penghasilan (PPh) non migas sebesar 885,77 triliun, PPN dan PPnBM sebesar Rp707,76 triliun dan PPB dan Pajak lainnya sebesar Rp36,52 triliun (Bisnis Indonesia, 2024).

 

Desember

 

            Menjelang akhir 2024, dunia perpajakan masih dipenuhi oleh berbagai isu dan ketidakpastian kebijakan yang akan diterbitkan di tahun 2025 mendatang. Salah satu kebijakan yang ramai diperbincangkan dan dibahas pada akhir 2024 adalah terkait dengan kenaikan Pajak Pertambahan Nilai menjadi 12% pada awal 2025 mendatang. Menteri Keuangan, Ibu Sri Mulyani Indrawati menjelaskan bahwa kenaikan PPN sebesar 12% akan diberlakukan pada tahun 2025 mendatang sebagai amanat Undang – undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Namun demikian, untuk tetap menjaga daya beli Masyarakat dan mewujudkan asas keadilan, tarif PPN sebesar 12% hanya akan dikenakan kepada barang – barang yang bersifat tersier (Antara, 2024)

 

Referensi

 

  • Antara. (2024, Dec 14). Daftar barang dan jasa yang bebas PPN 12 persen. Retrieved from Antara:https://www.antaranews.com/berita/4528921/daftar-barang-dan-jasa-yang-bebas-ppn-12-persen

  • Bisnis Indonesia. (2024, December 15). Penerimaan Pajak Rp1.688,93 Triliun per November 2024, Baru 85% dari Target. Retrieved from Bisnis Indonesia: https://ekonomi.bisnis.com/read/20241211/259/1823449/penerimaan-pajak-rp168893-triliun-per-november-2024-baru-85-dari-target

  • Kemenkeu. (2024). APBN Kita: Agustus 2024. Jakarta: Kemenkeu.

  • Kemenkeu. (2024). APBN Kita: Oktober 2024. Jakarta: Kemenkeu.

  • Kemenkeu. (2024). APBN Kita: September 2024. Jakarta: Kemenkeu.

 

 

PreviousNext

Share:

Comments (0)


profile