Ideatax

Kapita Selekta: PPN Atas Transaksi Batubara

 

Direktur Jenderal Pajak, Bimo Wijayanto, menyampaikan bahwa DJP tengah mencermati lonjakan restitusi dari sektor pertambangan pada kuartal kedua tahun 2025. Menurut Bimo, lonjakan restitusi sektor pertambangan tersebut utamanya disebabkan karena adanya volatilitas harga tambang, terutama batubara (Kontan, 2025). 

 

Sebelumnya Menteri Keuangan, Sri Mulyani, juga menyampaikan bahwa tingginya angka restitusi berpengaruh terhadap penurunan penerimaan selama tengah semester tahun 2025. Lebih lanjut, Sri Mulyani juga menyampaikan bahwa peningkatan restitusi tersebut disebabkan karena semenjak revisi UU PPN tahun 2021, batubara dikategorikan sebagai barang kena pajak (BKP). Sehingga, pajak masukan atas perolehan BKP tersebut dapat dikreditkan (Bloomberg, 2025) Melalui artikel ini, kita akan mengingat kembali bagaimana perlakuan PPN atas batubara.

 

Batubara Sebagai Barang Kena Pajak (BKP)

 

Apabila kita mencermati Undang – undang Pajak Pertambahan Nilai tahun 1983, maka kita tidak akan menemukan kata maupun frasa batubara didalamnya baik dalam batang tubuh maupun dalam penjelasan. Namun demikian, kita perlu mengingat bahwa Undang – undang PPN menganut asas negative list yang berarti semua barang atau jasa pada dasarnya akan dikenakan PPN, kecuali yang disebut jelas dalam ketentuan. 

 

Oleh sebab itu, karena batubara tidak disebut sebagai barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN, maka dapat disimpulkan bahwa menurut Undang – undang PPN tahun 1983, batubara merupakan barang kena pajak (BKP) yang dikenakan PPN. Hal ini dipertegas dengan angka 1 huruf b (1) Surat Direktur Jenderal Pajak Nomor S-1450/PJ.51/2001 tanggal 18 Desember 2001 yang menyebutkan bahwa berdasarkan Undang – undang Nomor 8 tahun 1983, batubara diperlakukan sebagai barang kena pajak yaitu barang berwujud yang menurut sifat dan hukumnya dfapat berupa barang bergerak sebagai hasil pengolahan.

 

Selanjutnya, pada revisi Undang – Undang PPN yang pertama (UU Nomor 11 tahun 1994) dan revisi Undang – undang PPN yang kedua (UU Nomor 18 tahun 2000) frasa batubara tidak mengalami perubahan. Yang berarti, sifat batubara sebagai barang kena pajak masih dipertahankan dalam revisi pertama dan kedua undang – undang PPN.

 

Batubara Bukan Sebagai Barang Kena Pajak (BKP)

 

Pada revisi UU PPN yang ketiga (UU Nomor 42 tahun 2009) terdapat perbedaan pengaturan terkait batubara. Dalam Pasal 4A ayat (2) huruf a antara lain menyebutkan bahwa Jenis barang yang tidak dikenai Pajak Pertambahan Nilai antara lain berupa barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya. 

 

Selanjutnya, dalam penjelasan pasal dimaksud menegaskan bahwa Barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya antara lain meliputi batubara sebelum diproses menjadi briket batubara.

 

Berdasarkan ketentuan ini, jelas sudah bahwa batubara bukan merupakan barang kena pajak. Sehingga, pajak masukan atas perolehan batubara tersebut juga tidak dapat dikreditkan dalam perhitungan pajak pertambahan nilai.

 

Batubara dalam Undang – undang Cipta Kerja

 

Dalam undang undang nomor 11 tahun 2020 tentang cipta kerja, pemerintah kembali mengubah ketentuan pajak pertambahan nilai terhadap batubara. Pasal 4A ayat (2) undang – undang PPN sebagaimana diubah dengan Undang – undang cipta kerja mengatur bahwa jenis barang yang tidak dikenai PPN adalah barang tertentu antara lain berupa barang hasil pertambangan atau hasil pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya, tidak termasuk hasil pertambangan batubara.

 

Berdasarkan ketentuan ini, maka batubara merupakan barang kena pajak yang atas penyerahannya terutang PPN semenjak 2 November 2020. Konsekuensinya, pengusaha kena pajak harus menerbitkan faktur pajak atas penyerahannya dan dapat melakukan pengkreditan pajak masukan atas perolehan batubara tersebut.

 

Batubara dalam Undang – undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan

 

Beda undang – undang, beda pula ketentuannya. Setidaknya demikian yang dialami oleh aspek PPN atas penyerahan batubara. Apabila dalam undang – undang cipta kerja pemerintah mengatur bahwa hanya batubara yang merupakan BKP, maka dalam undang – undang nomor 7 tahun 2021 tentang harmonisasi peraturan perpajakan, pemerintah mengatur bahwa tidak hanya batubara yang penyerahannya terutang PPN, melainkan barang hasil pertambangan lainnya.

 

Hal ini sebagaimana diatur dalam pasal 4A ayat (2) yang menghapus barang hasil pertambangan atau pengeboran yang diambil langsung dari sumbernya sebagai barang yang dikecualikan dari pengenaan PPN. Akibatnya, tidak hanya batubara yang kembali menjadi barang kena pajak (BKP) tetapi hasil pertambangan atau pengeboran lainnya seperti timah, nikel, bauksit juga merupakan BKP yang terutang PPN.

 

Pencabutan batubara dan barang hasil pertambangan lainnya dalam negative list PPN tersebut dimaksudkan untuk menciptakan keadilan kolektif dan mengurangi adanya distorsi perlakuan PPN terhadap batubara dan barang tambang lainnya.

 

Masalah yang timbul

 

Namun demikian, muncul masalah lain. Penetapan batubara dan barang hasil pertambangan lain sebagai barang kena pajak menyebabkan restitusi membengkak. Hal ini disebabkan karena konsekuensi logis penetapan batubara dan barang pertambangan lain sebagai BKP adalah pengusaha kena pajak berhak untuk melakukan pengkreditan pajak masukan atas perolehannya. Hal ini sebagaimana disebutkan dalam Pasal 9 ayat (2) huruf a UU PPN yang antara lain mengatur bahwa Pengusaha Kena Pajak dapat mengkreditkan pajak masukan dengan pajak keluaran dalam masa pajak yang sama.

 

Bahkan, pemerintah menyebutkan bahwa tingginya restitusi industri batubara dan tambang lainnya menyebabkan terjadinya kontraksi pada penerimaan negara. Sebagai contoh, pada bulan januari 2025, jumlah penerimaan neto mengalami penurunan sebesar 41,9% yang utamanya disebabkan karena besarnya restitusi. Pada bulan februari, penghasilan neto masih terkontraksi sebesar 17,2% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

 

Direktur Jenderal Pajak menyebutkan bahwa pihaknya telah meniapkan beberapa strategi untuk mengatasi tingginya restitusi. Oleh sebab itu, wajib pajak juga perlu menyiapkan strategi khusus untuk menghadapinya. Dalam hal wajib pajak perlu pendampinga, Ideatax siap membantu.

 

References

 

  • Bloomberg. (2025, Juli 2). Restitusi Pajak Naik Akibat Batu Bara Gratis PPN, DJP Cari Solusi. Diambil kembali dari Bloomberg Technoz: https://www.bloombergtechnoz.com/detail-news/76020/restitusi-pajak-naik-akibat-batu-bara-gratis-ppn-djp-cari-solusi
  • Kontan. (2025, Juli 2). Restitusi Pajak Batubara Menggunung, DJP Siapkan Solusi Baru. Diambil kembali dari Kontan: https://nasional.kontan.co.id/news/restitusi-pajak-batubara-menggunung-djp-siapkan-solusi-baru
  •  

 

PreviousNext

Share:

Comments (0)


profile