Ideatax

Wanaca pembentukan Badan Penerimaan Negara kembali mencuat. Hal ini diungkapkan oleh Edi Slamet Irianto, Dewan Pakar Tim Kampanye Nasional (TKN) Probadowo Gibran pada awal Juni lalu. Menurut Edi, Badan Otorita Penerimaan Negara (BOPN) tersebut merupakan lembaga independen yang akan bertanggung jawab langsung kepada presiden. Gagasan pembentukan BOPN ini muncul kembali karena pemerintah memandang perlu adanya efisiensi, integritas, dan inovasi dalam sistem perpajakan nasional yang selama ini masih terbelit tantangan birokrasi, korupsi, dan rendahnya tax ratio.


BOPN dirancang agar mampu bekerja lebih fleksibel dibandingkan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang merupakan bagian dari Kementerian Keuangan. Selain itu, lembaga ini diharapkan dapat meningkatkan profesionalisme aparatur perpajakan, mendorong kepatuhan pajak, serta menciptakan sistem administrasi perpajakan yang modern dan berbasis data.


Dengan kedudukan sebagai lembaga independen, BOPN tidak berada di bawah kementerian tertentu, melainkan langsung bertanggung jawab kepada Presiden atau lembaga pengawas tersendiri. Hal ini bertujuan untuk menjaga netralitas politik dan menghindari intervensi dalam pengambilan kebijakan perpajakan yang bersifat teknokratis.


Perbandingan Otoritas Perpajakan Yuridiksi Lain


Beberapa negara telah terlebih dahulu membentuk otoritas perpajakan yang independen dan bebas pengaruh. Amerika Serikat misalnya, memiliki Internal Revenue Service (IRS), sebuah badan semi-independen yang berada di bawah Departemen Keuangan AS namun beroperasi secara otonom dalam menjalankan tugas-tugas perpajakan. IRS memiliki kewenangan untuk menetapkan kebijakan, melakukan penagihan, hingga penindakan terhadap pelanggaran pajak secara profesional.


Di sisi lain, Kanada mengoperasikan Canada Revenue Agency (CRA) yang juga merupakan badan semi-independen. CRA bertanggung jawab untuk mengelola perpajakan federal dan provinsi, serta memiliki struktur organisasi yang terpisah dari kementerian. CRA berfokus pada pelayanan berbasis digital dan pemanfaatan data secara intensif.


Di lain pihak, Singapura melalui Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) berhasil menjadi contoh sukses pengelolaan pajak oleh otorita independen. IRAS memanfaatkan teknologi tinggi, integrasi data lintas lembaga, dan pendekatan berbasis kepatuhan sukarela untuk meningkatkan tax ratio secara signifikan.


Cetak Biru Struktur Organisasi BOPN


Sebagai suatu lembaga yang independen dan diwbawah kendali Presiden, BPON dirancang memiliki struktur organisasi yang taktis namun efisien dalam melakukan pengelolaan dan optimalisasi penerimaan negara. Adapun Struktur organisasi BOPN yang dirancang akan terdiri dari unsur sebagai berikut:
1.    Dewan Pengawas 
2.    Menteri Negara/Kepala BOPN
3.    Waka OPS BOPN
4.    Waka ORDAL BOPN
5.    Staf Ahli
6.    Inspektorat Badan
7.    Sekretaris Utama
8.    Deputi Perencanaan Dan Peraturan Penerimaan
9.    Deputi Pengawasan Dan Penerimaan Pajak
10.    Deputi Pengawasan Dan Dan Penerimaan Pnbp
11.    Deputi Pengawasan Kepabeanan
12.    Deputi Penegakan Hukum
13.    Pusat Sains Dan Informasi
14.    Pusat Riset Dan Pelatihan Pegawai
15.    Deputi Intelejen
16.    Kantor Perwakilan Bopn di Seluruh Provinsi.

Dengan pembentukan BOPN, diharapkan proses rekrutmen dan pengembangan SDM pajak dilakukan secara profesional, terlepas dari sistem birokrasi PNS yang kaku. Aparatur pajak dapat diberikan insentif yang kompetitif serta mekanisme evaluasi kinerja berbasis target dan integritas.


Indonesia memiliki tax ratio yang relatif rendah dibandingkan negara-negara G20. Dengan otoritas yang lebih mandiri, BOPN diharapkan dapat meningkatkan efisiensi pemungutan pajak dan memperluas basis pajak nasional, sehingga tax ratio bisa meningkat secara berkelanjutan.


Sebagai lembaga baru, BOPN dapat membangun infrastruktur teknologi perpajakan dari awal dengan pendekatan digital-native. Ini membuka peluang untuk memanfaatkan AI, big data, dan blockchain dalam mendeteksi kepatuhan, memverifikasi transaksi, dan memberikan layanan berbasis real-time kepada wajib pajak.


Tantangan BOPN


Salah satu risiko pembentukan BOPN adalah potensi tumpang tindih tugas antara BOPN dengan Kementerian Keuangan, terutama dalam hal perencanaan anggaran, perumusan kebijakan fiskal, dan integrasi data antar lembaga. Hal ini harus diselaraskan secara regulatif.


Pembentukan BOPN akan menghadapi resistensi dari dalam birokrasi sendiri, terutama dari pegawai DJP yang khawatir kehilangan posisi atau skema kariernya. Selain itu, tarik-menarik kepentingan politik juga bisa menghambat pembentukan lembaga yang benar-benar independen dan bebas intervensi.


Pembentukan lembaga baru seperti BOPN tentu membutuhkan anggaran awal yang besar untuk infrastruktur, rekrutmen, pelatihan, dan sistem informasi. Dalam jangka pendek, ini bisa menambah beban fiskal, terutama jika implementasi tidak berjalan efisien.


Solusi Pengembangan BOPN


Untuk meminimalisir disrupsi, pembentukan BOPN dapat dilakukan secara bertahap melalui proses transisi dari DJP. Fase awal bisa berupa pembentukan unit kerja semi-otonom dalam DJP, yang kemudian dikembangkan menjadi entitas terpisah berdasarkan undang-undang.


Pembentukan BOPN merupakan lompatan besar menuju sistem perpajakan yang modern, transparan, dan responsif. Meski tidak bebas tantangan, keberadaan otorita independen ini dapat memperkuat penerimaan negara dan membangun kepercayaan publik terhadap sistem perpajakan. Kuncinya adalah desain kelembagaan yang kuat, akuntabel, dan didukung oleh payung hukum yang jelas.


Demikian penjelasan ringkas mengenai BOPN,dalam hal Saudara memerlukan konsultasi perpajakan, Idetax siap membantu.

PreviousNext

Share:

Comments (0)


profile