Hello, is there anything we can help?

Peluang dan Tantangan Penerapan Pajak Minimum Global

Peluang dan Tantangan Penerapan Pajak Minimum Global

PPN

23 Nov, 2023 10:11 WIB

Jakarta, Ideatax -- Dalam jangka waktu dekat, pemerintah akan menerapkan pajak minimum global yang merupakan turunan dari pillar dua Global Anti Base Erosion (GloBE). Sebelumnya, Pemerintah Indonesia bersama dengan 138 negara lain di dunia telah berkomitmen untuk menjalankan pajak minimum global pada tahun 2024 (Nugroho, 2023). Bahkan, Badan Kebijakan, Fiskal Kementerian Keuangan, menyebutkan bahwa saat ini pemerintah tengah menyiapkan rancangan peraturan mengenai global minimum tax tersebut (DDTC News, 2023).


Secara sederhana dapat dijelaskan bahwa global minimum tax adalah pajak minimal yang harus dibayarkan oleh perusahaan multinasional (MNE) yang mempunyai penghasilan lebih dari 750 juta euro dalam satu tahun fiskal atau setara dengan 12,7 trilliun Rupiah (OECD, 2023). Tarif yang disepakati untuk global minimum tax adalah sebesar 15% atas laba yang diperoleh MNE di setiap jurisdiksi perpajakan. Sehingga, apabila sebuah MNE mempunyai penghasilan bruto secara keseluruhan lebih dari 750 juta euro, maka MNE tersebut harus membayar pajak minimum sebesar 15% dari laba di jurisdiksi perpajakan dimana barang atau jasanya dijual.


Munculnya gagasan global minimum tax ini tidak lepas dari tantangan yang dihadapi oleh jurisdiksi perpajakan dalam ekonomi digital. Dalam era digitalisasi, MNE dapat melakukan kegiatan usaha dimanapun dan kapanpun tanpa dibatasi oleh sekat - sekat negara. Sayangnya, sulit bagi otoritas perpajakan untuk mencegah harmful tax avoidance yang dilakukan melalui profit shifting atas transaksi lintas batas tersebut. Sehingga, MNE dengan leluasa berusaha mengalihkan keuntungannya di negara dengan tarif rendah. Oleh karena itu, guna mencegah adanya profit shifting, OECD menerbitkan BEPS Action Plan pada tahun 2013 yang kemudian diturunkan menjadi pillar dua Global Anti Base Erosion (OECD, 2021).  

 


Baca Juga: Mitigasi Global Minimum Tax: Sebuah Perspektif Bagi Wajib Pajak



Selain itu, salah satu tujuan dari penerapan pajak minimum global adalah untuk mencegah adanya perang insentif pajak untuk menarik investasi. Harus diakui bahwa insentif fiskal mempunyai peranan yang signifikan dalam menarik FDI (Foreign Direct Investment). Berbagai penelitian menunjukkan bahwa insentif pajak berupa tax holiday maupun tax allowance mempunyai pengaruh yang signifikan dalam menarik FDI di Indonesia. Sari et al (2015), misalnya, menemukan bahwa tax holiday memberikan dampak terhadap peningkatan aktifitas investasi di Indonesia. Di lain pihak, Pratiwi dan Khoinurrofik (2023) berpendapat bahwa effective tax rate mempunyai dampak yang signifikan terhadap investasi asset tetap. Artinya, semakin rendah effective tax rate maka semakin tinggi tingkat investasi pada asset tetap. Namun demikian, persaingan yang tidak sehat antar jurisdiksi dalam memberikan insentif fiskal malah justru membuat MNE dengan mudah mengalihkan labanya (race to the bottom).


Di satu sisi, penerapan global minimum tax akan mewujudkan keadilan hak pemajakan antara negara sumber dengan negara domisili MNE. Disamping itu, penerapan global minimum tax juga memberikan secercah harapan bagi negara – negara market jurisdiction untuk meningkatkan kapasitas fiskal mereka melalui penerimaan perpajakan. Tetapi, di sisi lain, kemunculan global minimum tax berpotensi menimbulkan masalah baru bagi Indonesia dan negara – negara berkembang lainnya. Ketentuan Global minimum tax sebesar 15% membuat berbagai insentif fiskal yang diberikan oleh pemerintah untuk menarik investasi asing baik berupa tax allowance, tax holiday maupun super deduction tax menjadi tidak efektif. 


Setidaknya terdapat dua implikasi negatif yang ditimbulkan dari pengenaan pajak minimum global. Pertama, dalam jangka pendek akan terjadi capital outflow terhadap invetasi asing yang telah ditanamkan di Indonesia. Hal ini dikarenakan pengenaan pajak minimum global membuat tarif efektif pajak penghasilan atas investasi di Indonesia menjadi tidak kompetitif. Kedua, dalam jangka pendek, terjadi perlambatan foreign direct investment baru atas proyek – proyek strategis dan berskala nasional di Indonesia. Perlambatan investasi baru tersebut tentu sangat merugikan Indonesia. Terlebih, pada saat ini pemerintah Indonesia tengah gencar menggenjot investasi untuk Ibu Kota Negara Nusantara (IKN).


Indonesia dan negara – negara lainnya bisa saja menolak untuk menerapkan global minimum tax, tetapi konsekuensinya harus bersiap untuk kehilangan hak pemajakan atas MNE yang beroperasi di Indonesia. Selain itu, penolakan global minimum tax juga berpotensi menimbulkan diskriminasi dari negara – negara lain. Oleh karena itu, untuk menerapkan pajak minimum global namun tetap menjaga iklim investasi, pada dasarnya ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah.


Pertama, pemerintah dapat mengadopsi Qualified Domestic Minimum Tax (QDMT) dalam aturan domestiknya. QDMT adalah mekanisme pengenaan pajak domestik yang sejalan dengan ketentuan global minimum tax pillar kedua (OECD, 2023). Melalui QDMT, Pemerintah diminta mengenakan perlakuan yang sama terhadap MNE maupun Wajib Pajak lainnya. Keuntungannya, pemerintah tidak akan kehilangan potensi pajak apabila tariff pajak efektif lebih rendah dari 15%. 


Kedua, pemerintah dapat mengkonfersi insentif pajak menjadi bentuk insentif lainnya. Misalnya, pemerintah dapat mengubah insentif pajak menjadi subsidi listrik, gas atau upah tenaga kerja. Pengkonversian insentif pajak menjadi insentif bentuk lainnya tersebut memungkinkan Indonesia untuk menerapkan global minimum tax sekaligus tetap menarik di mata investor.


Alternative ketiga, pemerintah dapat tetap mengenakan pajak minimum global sebesar 15% namun menggunakan hasilnya kembali untuk kepentingan investasi wajib pajak. Misalnya dengan cara membangun infrastruktur pelabuhan, kawasan berikat maupun kawasan ekonomi khusus lainnya. Penggunaan hasil penerimaan pajak dari global minimum tax terhadap proyek infrastruktur selain akan menarik investasi juga akan menyerap tenaga kerja dalam negeri yang pada akhirnya akan mengurangi pengangguran dan meningkatkan PDB.


Referensi
DDTC News. (2023, Oktober 25). Implementasi Pajak Minimum Global, Peraturan Baru disusun. Retrieved from DDTC: https://news.ddtc.co.id/implementasi-pajak-minimum-global-peraturan-baru-disusun-1798075
Nugroho, R. A. (2023, August 23). RI Pajakin Google Cs di 2024, Nasib Tax Holiday Gimana Nih? Retrieved from CNBC: https://www.cnbcindonesia.com/news/20230811094807-4-462138/ri-pajakin-google-cs-di-2024-nasib-tax-holiday-gimana-nih
OECD. (2021, December 20). OECD releases Pillar Two model rules for domestic implementation of 15% global minimum tax. Retrieved from OECD: https://www.oecd.org/newsroom/oecd-releases-pillar-two-model-rules-for-domestic-implementation-of-15-percent-global-minimum-tax.htm
OECD. (2023). Minimum Tax Implementation Handbook (Pillar Two). Paris: OECD.
Pratiwi, Y. W., & Khoirunurrofik. (2023). The Effect of the Effective Corporate Tax Rate Toward Investment Decision in Indonesian Public Company. Journal Indonesian Applied Economics, 60-74.
Sari, N., Dewi, M. S., & Sun, Y. (2015). Indonesia: The Effect of Tax Holiday on Economic Growth Related to Foreign Investment. Elsevier, 1008-1015.