Hello, is there anything we can help?

Ultimum Remedium Sebagai Langkah Terakhir Penegakan Hukum Pajak

Ultimum Remedium Sebagai Langkah Terakhir Penegakan Hukum Pajak

PPN

04 Jul, 2024 14:07 WIB

Ketentuan hukum perpajakan di Indonesia merupakan suatu system hukum yang komplek. Karena selain memuat Hukum Administrasi Keuangan Negara (HAKN), ketentuan perpajakan juga memuat sanksi pidana. Ketentuan pidana dalam hukum perpajakan setidaknya dapat kita lihat pada pasal 39 Undang – Undang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan. 


Dalam ketentuan Pasal 39 UU KUP tersebut antara lain mengatur bahwa setiap orang yang dengan sengaja:

  • tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak;
  • menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak;
  • tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan;
  • menyampaikan Surat Pemberitahuan dan/atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap;
  • menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29;
  • memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau dipalsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya;
  • tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain;
  • tidak menyimpan buku, catatan, atau dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau diselenggarakan secara program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (11); atau
  • tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut.

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.


Sampai di sini kita dapat dilihat bahwa selain mengenakan pidana kurungan, ketentuan pidana dalam hukum perpajakan juga mengenakan pidana denda.

Namun, sejak Undang – Undang Nomor 7 Tahun 2021 Tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan diterapkan, terdapat pergeseran asas pengenaan pidana. 

Pasal 44B Undang – undang KUP sebagaimana diubah dengan Undang – undang HPP antara lain mengatur bahwa Untuk kepentingan penerimaan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan paling lama dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak tanggal surat permintaan. Penghentian penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan sebagaimana dimaksud di atas hanya dilakukan setelah Wajib Pajak atau tersangka melunasi:

  • kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 1 (satu) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara;
  • kerugian pada pendapatan negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39 ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 3 (tiga) kali jumlah kerugian pada pendapatan negara; atau
  • jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 39A ditambah dengan sanksi administratif berupa denda sebesar 4 (empat) kali jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.

Bahkan, apabila perkara pidana telah dilimpahkan ke pengadilan, terdakwa tetap dapat melunasi kerugian pada pendapatan negara ditambah dengan sanksi administrative sebagai pertimbangan untuk dapat dituntut tanpa disertai penjatuhan pidana penjara.


Ketentuan – ketentuan tersebut di atas secara eksplisit sudah cukup menjelaskan bahwa pengenaan pidana penjara dalam hukum perpajakan merupakan Langkah terakhir dalam penegakan hukum. Artinya, sepanjang Wajib Pajak melunasi pokok pajak beserta sanksi administrative, maka Wajib Pajak dapat terbebas dari tuntutan pidana.


Hal yang demikian jamak disebut sebagai asas Ultimum Remedium. Dimana hukum pidana hanya dikenakan terhadap kejahatan yang luar biasa. Atau dengan kata lain, apabila suatu perkara dapat diselesaikan melalui jalan lain (kekeluargaan, negosiasi, mediasi, perdata atau hukum administrasi) hendaklah jalur lain tersebut terlebih dahulu dilakukan (Hukumonline 2022).


Dalam bukunya yang berjudul Asas – asas hukum pidana, Wirjono Prodjodikoro (2003), menyebutkan bahwa norma – norma atau kaidah – kaidah dalam bidang administrasi negara dan hukum tata usaha negaraharus pertama – tama ditanggapi dengan sanksi administrasi. Namun demikian, apabila sanksi administrasi tersebut belum mencukupi untuk mencapai tujuan meluruskan neraca kemasyarakatan, maka baru dikenakan juga sanksi pidana sebagai pamungkas (terakhir) atau Ultimum Remedium.


Penerapan asas Ultimum Remedium dalam hukum perpajakan tersebut telah selaras dengan undang – undang nomor 11 tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Menteri hukum dan hak asasi manusia, Yasonna Laoly, menyebutkan bahwa Undang – undang cipa kerja memuat dua jenis sanksi yaitu sanksi administrasi dan sanksi pidana. Selanjutnya, Yasonna juga menyebutkan bahwa Undang – undang Cipta Kerja mereformasi hukum di Indonesia yang sebelumnya mengedepankan sanksi pidana (Hukumonline 2020).

 

Peraturan Terkait:

  • Undang – undang nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah terakhir dengan Undang – undang 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  • Undang – undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

 

References

  • Hukumonline. 2022. Arti Ultimum Remedium sebagai Sanksi Pamungkas. Juli 22. https://www.hukumonline.com/klinik/a/arti-ultimum-remedium-sebagai-sanksi-pamungkas-lt53b7be52bcf59/.
  • —. 2020. Perlu Penegasan Norma Ultimum Remedium Soal Pengenaan Sanksi di Aturan Turunan UU Cipta Kerja. Desember 20. https://www.hukumonline.com/berita/a/perlu-penegasan-norma-i-ultimum-remedium-i-soal-pengenaan-sanksi-di-aturan-turunan-uu-cipta-kerja-lt5fe9c7c822f4e?utm_source=website&utm_medium=internal_link_klinik&utm_campaign=ultimum_remedium_ciptaker.
  • Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. Bandung: Refika Aditama.