Hello, is there anything we can help?

Secercah Titik Terang Sengkarut AYDA (Agunan Yang Diambil Alih )

Secercah Titik Terang Sengkarut AYDA (Agunan Yang Diambil Alih )

PPN

10 Feb, 2023 11:02 WIB

Jakarta, Ideatax -- Khalayak umum mungkin asing dengan istilah Agunan Yang Diambil Alih atau yang biasa disebut AYDA. Namun tidak bagi insan Perbankan dan Lembaga Keuangan. Secara umum, AYDA didefinisikan sebagai aset yang diperoleh Bank atau Lembaga Keuangan, baik melalui pelelangan maupun di luar pelelangan berdasarkan penyerahan secara sukarela oleh pemilik agunan dalam hal peminjam/debitur tidak memenuhi kewajibannya kepada Bank atau Lembaga Keuangan.

Singkatnya, AYDA adalah asset atau aktiva yang diperoleh oleh bank karena debitur lalai dalam melaksanakan kewajibannya. Definisi ini dapat kita temukan dalam Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 Tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.

Selanjutnya, untuk melaksanakan eksekusi atas hak tanggungan yang terdapat pada AYDA, pada dasarnya terdapat dua mekanisme yang dapat dilakukan oleh bank: mekanisme lelang dan mekanisme penjualan di bawah tangan dengan persetujuan dari pemiik agunan. Ketentuan ini dapat kita lihat dalam Pasal 20 Undang – undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda – Benda yang Berkaitan dengan Tanah.

Namun demikian, eksekusi agunan yang diambil alih tersebut justru menimbulkan dispute dalam penerapan peraturan perpajakan. Pihak Bank berpendapat bahwa eksekusi agunan melalui lelang maupun penjualan bawah tangan tersebut tidak terhutang Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Hal ini didasarkan pada argumen bahwa usaha utama pihak bank adalah pembiayaan perbankan bukan jual beli properti, sehingga tidak tepat apabila dikenakan PPN atas penjualan agunan. Selain itu, pihak Bank juga berpendapat bahwa agunan yang diambil alih merupakan jaminan utang yang tidak termasuk dalam definisi penyerahan Barang Kena Pajak.

Di sisi lain, Otoritas Perpajakan berpendapat bahwa atas penyerahan agunan dari Bank ke pihak ketiga terhutang Pajak Pertambahan Nilai. Dasarnya jelas, barang berwujud yang diambil alih merupakan Barang Kena Pajak (BKP). Kedua, penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean. Ketiga, agunan yang diambil alih merupakan aktiva yang telah menjadi hak pihak perbankan.

Belum adanya pengaturan yang jelas mengenai AYDA dalam ketentuan perpajakan terdahulu telah membuat sengketa yang berlarut antara otoritas perpajakan dengan wajib pajak. Oleh karena itu, melalui Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 Tentang Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, Pemerintah memberikan secercah titik terang dalam gulita sengketa AYDA.

Berdasar Pasal 10 aturan turunan UU HPP tersebut diatur bahwa penyerahan hak atas BKP karena suatu perjanjian termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak, termasuk penyerahan agunan oleh kreditur kepada pembeli.

Lebih lanjut, ketentuan tersebut juga mengatur bahwa agunan yang diambil alih oleh kreditur tersebut terjadi karena hak tanggungan atas tanah beserta benda – benda yang berkaitan dengan tanah, jaminan fidusia, hipotek, gadai, atau pembebanan sejenis lainnya.

Berdasarkan hal tersebut di atas, kiranya sekarang menjadi jelas bahwa agunan yang diambil alih merupakan penyerahan barang dan jasa yang terhutang PPN. Adapun ketentuan mengenai batasan penyerahan agunan yang diambil alih, saat terhutang, tata cara pemungutan dan penyetoran serta pelaporannya akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan.

 

Ketentuan terkait

  • Undang – undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda – Benda yang Berkaitan dengan Tanah;
  • Undang – undang Nomor 7 tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan;
  • Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2022 tentang Penerapan Terhadap Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah;
  • Peraturan Bank Indonesia Nomor 9/9/PBI/2007 tentang Perubahan atas Peraturan Bank Indonesia No. 8/21/PBI/2006 tentang Penilaian Kualitas Aktiva Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah.