Hello, is there anything we can help?

PPN Dibebaskan dan Tidak Dipungut: Apa Bedanya?

PPN Dibebaskan dan Tidak Dipungut: Apa Bedanya?

PPN

07 Sep, 2023 10:09 WIB

Jakarta, Ideatax -- Kemenkeu (2022) melaporkan bahwa terjadi peningkatan belanja perpajakan (tax expenditure) dari tahun 2018 sampai dengan 2021. Pada tahun 2021, total belanja perpajakan yang dikeluarkan oleh pemerintah mencapai Rp 299,1 trilliun atau mengalami peningkatan sebesar 23,8% dari tahun sebelumnya (Kemenkeu, 2022). Kemenkeu menyampaikan bahwa peningkatan belanja perpajakan disebabkan karena terjadi peningkatan aktifitas ekonomi pasca pandemic covid-19 yang berimplikasi pada peningkatan pemanfaatan insentif perpajakan (Kemenkeu, 2022).

 

Belanja perpajakan sendiri didefinisikan sebagai transfer sumber daya kepada public namun bukan dalam bentuk bantuan atau belanja langsung (direct transfer) namun melalui pengurangan kewajiban pajak yang mengacu kepada ketentuan pajak yang berlaku (OECD, 2010). Kemenkeu (2022) menyampaikan bahwa belanja perpajakan merupakan bentuk dukungan pemerintah bagi iklim investasi dan sector perekonomian di Indonesia.

 

Terdapat berbagai macam belanja perpajakan pemerintah untuk mendorong ekonomi dan investasi, salah satunya adalah fasilitas PPN dibebaskan dan PPN tidak dipungut. Dalam laporan belanja perpajakan tahun 2021, Kemenkeu menyampaikan bahwa terdapat delapan jenis tax expenditure atas PPN tidak dipungut dan sepuluh jenis tax expenditure atas PPN dibebaskan. Lalu, apa perbedaan PPN tidak dipungut dan PPN dibebaskan? Melalui artikel kali ini kita akan membahas mengenai kedua fasilitas PPN tersebut.

 

PPN tidak dipungut dan PPN dibebaskan

Ketentuan mengenai PPN tidak dipungut dan PPN dibebaskan pada dasarnya termaktub dalam Undang – undang PPN. Pasal 16B Undang – undang PPN mengatur bahwa pajak terutang tidak dipungut sebagian atau seluruhnya atau dibebaskan dari pengenaan pajak untuk:

  1. Kegiatan di Kawasan tertentu atau tempat tertentu di dalam daerah pabean;

  2. Penyerahan BKP tertentu atau penyerahan JKP tertentu;

  3. Impor BKP tertentu;

  4. Pemanfaatan BKP tidak berwujud tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;

  5. Pemanfaatan JKP tertentu dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.

Meskipun ketentuan mengenai PPN tidak dipungut dan PPN dibebaskan diatur di dalam batang tubuh Undang – undang PPN, namun Undang – undang tidak menyatakan secara jelas kegiatan apa saja yang memperoleh fasilitas PPN tidak dipungut dan kegiatan apa saja yang mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan.

 

Undang – undang PPN hanya menjelaskan bahwa atas perolehan BKP atau JKP yang penyerahannya mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut, maka pajak masukan atas perolehan BKP atau JKP tersebut dapat dikreditkan. Di sisi lain, terhadap perolehan BKP atau JKP yang atas penyerahannya mendapat fasilitas PPN dibebaskan, maka pajak masukan atas perolehannya tidak dapat dikreditkan.

 

Sekilas kedua fasilitas tersebut nampak sama, namun ternyata mempunyai konsekuensi yang berbeda. Sebagai contoh, atas penyerahan Barang Kena Pajak A senilai Rp 100.000, mendapat fasilitas PPN tidak dipungut. Pajak masukan atas perolehan barang A adalah sebesar Rp 7.000. Oleh karena atas penyerahannya mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut, maka pajak masukan atas perolehan barang A sebesar Rp 7.000 dapat dikreditkan.

 

Di sisi lain, atas penyerahan BKP B senilai Rp 100.000 mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan. Pajak masukan atas perolehan barang B juga sebesar Rp 7.000. Dikarenakan atas penyerahannya mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan, terhadap atas pajak masukan sebesar 7.000 tidak dapat dikreditkan. Adapun ilustrasinya adapat dilihat pada table berikut.

 

Berdasarkan table di atas dapat dilihat bahwa dengan jumlah penyerahan dan pajak masukan yang sama, akan menghasilkan PPN terhutang yang berbeda atas PPN dengan fasilitas tidak dipungut dan PPN dengan fasilitas dibebaskan.

 

Sinaga (2013) berpendapat bahwa fasilitas PPN tidak dipungut umumnya cocok diberikan kepada kegiatan yang dianggap mempunyai skala prioritas nasional serta kepada barang atau jasa yang merupakan kebutuhan hidup orang banyak namun berada pada bagian muara dari mata rantai produksi dan distribusi. Sedangkan fasilitas PPN dibebaskan secara umum tepat diberikan untuk barang konsumsi yang dibutuhkan untuk kepentingan nasional namun belum mampu dihasilkan di dalam negeri.

 

Pendapat lain mengemukanan bahwa fasilitas PPN tidak dipungut umumnya diberikan kepada penyerahan yang terkait dengan Kawasan ekonomi tertentu seperti Kawasan berikat, Kawasan bebas, Kawasan Pengembangan Ekonomi Tertentu (KAPET), Kemudahan Impor Untuk Eskpor (KITE) serta terkait dengan impor atau penyerahan alat angkutan di bidang Pertahanan Keamanan, TNI dan Polri.

 

Adapun contoh fasilitas PPN tidak dipungut beserta belanja perpajakan yang dikeluarkan pemerintah dapat dilihat pada table berikut (dalam miliar rupiah):

 

Di sisi lain, penyerahan yang mendapat fasilitas PPN dibebaskan diberikan kepada PKP yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak yang bersifat strategis, BKP/JKP tertentu, penyerahan kepada perwakilan negara asing dan organisasi internasional beserta pejabatnya. Adapun contoh dapat dirinci pada table berikut (dalam miliar rupiah):

Atas penyerahan BKP/JKP yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut maupun PPN dibebaskan, PKP tetap berkewajiban untuk membuat faktur pajak. Atas penyerahan yang mendapatkan fasilitas PPN tidak dipungut, PKP menerbitkan faktur pajak dengan kode 07. Di sisi lain, atas penyerahan PPN yang mendapatkan fasilitas PPN dibebaskan, PKP wajib membuat faktur dengan kode 08.

 

References

Kemenkeu. (2022). Laporan Belanja Perpajakan 2021. Jakarta: Kemenkeu.

OECD. (2010). Tax Expenditures in OECD Countries . Paris: OECD.

Sinaga, S. T. (2013, September 20). APA PERBEDAAN HAKIKAT FASILITAS PPN TIDAK DIPUNGUT DARI PPN DIBEBASKAN? Retrieved from BPPK Kemenkeu: https://bppk.kemenkeu.go.id/sekretariat-badan/berita/apa-perbedaan-hakikat-fasilitas-ppn-tidak-dipungut-dari-ppn-dibebaskan-553460