Hello, is there anything we can help?

Perlakuan Pajak atas Selisih Kurs

Perlakuan Pajak atas Selisih Kurs

PPN

14 Oct, 2024 14:10 WIB

Bank Indonesia melaporkan bahwa selama Juli 2024 terjadi pelemahan nilai tukar Dollar Amerika Serikat terhadap mata uang regional termasuk Rupiah. Bahkan, pada tanggal 15 Agustus 2024, nilai tukar asing dipatok sebesar 15.700 rupiah untuk setiap USD. Banyak faktor yang menyebabkan pelemahan nilai tukar Dollar Amerika tersebut, salah satunya adalah semakin kuatnya sinyal pemangkasan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika (Kontan, 2024). Menurut sejumlah pakar, isu penurunan suku bunga Amerika tersebut didorong oleh karena melambatnya inflasi dan tingginya unemployment rate di negeri Paman Sam tersebut (Kontan, 2024).
 


Sumber: KursDollar, 2024

Berdasarkan grafik di atas dapat dilihat bahwa semenjak awal tahun 2024, tren nilai tukar Dollar Amerika terhadap Rupiah cenderung menguat. Namun demikian, dalam dua bulan terakhir, terjadi penurunan drastis terhadap nilai tukar negara adidaya tersebut. 


Bagi sebagian pengusaha yang memiliki utang dalam USD, pelemahan nilai tukar USD terhadap mata uang regional tersebut mengakibatkan adanya keuntungan selisih kurs. Namun disisi lain, bagi pengusaha yang mempunyai piutang dalam bentuk USD, penguatan rupiah terhadap USD tersebut dapat mengakibatkan kerugian akibat selisih kurs. Melalui artikel ini, kita akan membahas mengenai perlakuan perpajakan terhadap keuntungan maupun kerugian selisih kurs sebagaimana diatur dalam peraturan perpajakan.


Dasar Hukum
Dasar hukum utama yang dijadikan landasan pengenaan pajak atas keuntungan selisih kurs dapat kita jumpai pada Undang - undang Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (UU PPh) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pasal 4 ayat (1) huruf l antara lain mengatur bahwa yang menjadi objek pajak adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apa pun, termasuk keuntungan selisih kurs mata uang asing. 


Selanjutnya, dalam penjelasan Pasal 4 ayat (1) huruf l  menegaskan bahwa Keuntungan yang diperoleh karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.


Di sisi lain, Pasal 6 ayat (1) huruf e Undang - undang PPh juga mengatur bahwa besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan, termasuk kerugian selisih kurs mata uang asing. Selanjutnya, dalam penjelasannya antara lain diatur bahwa Kerugian karena fluktuasi kurs mata uang asing diakui berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia.


Dalam Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan 10 (PSAK 10) antara lain diatur bahwa keuntungan selisih kurs diakui sebagai laba saat periode terjadinya keuntungan tersebut. Vice versa, kerugian selisih kurs akan diakui sebagai rugi saat periode terjadinya kerugian tersebut. Hal ini berarti, menurut perspektif perpajakan, keuntungan atas selisih kurs akan diakui ketika terjadi realisasi. Demikian halnya dengan kerugian, baru dapat diakui ketika telah terealisasi. Apabila keuntungan maupun kerugian tersebut belum terealisasi, maka keuntungan dan kerugian karena selisih kurs tersebut tidak diakui secara perpajakan.


Pengaturan lebih teknis terkait keuntungan dan kerugian selisih kurs dapat kita jumpai pada Peraturan Pemerintah Nomor 94 tahun 2010 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan. Pasal 9 ayat (2) ketentuan dimaksud mengatur bahwa Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, atau tidak termasuk objek pajak, tidak diakui sebagai penghasilan atau biaya.


Sebagai contoh, PT X bergerak di bidang pelaksana konstruksi. Sesuai dengan kontrak, PT X membangun apartemen milik PT Y dengan tagihan pada termin pertama sebesar sebesar US$1,000.


Pada tanggal 1 Oktober 2022 PT X menerbitkan invoice sebesar US$ 1,000 kepada PT Y. Pada tanggal tersebut, kurs yang berlaku adalah Rp15.000,00 per 1 US$. Pada tanggal 1 Oktober 2022 tersebut PT X mengakui penghasilan atas pelaksanaan konstruksi sebesar Rp15.000.000,00 (US$ 1,000 x Rp15.000,00).


Pada tanggal 15 Oktober 2022 PT Y membayar tagihan PT X. Pada tanggal tersebut, kurs yang berlaku adalah Rp16.000,00 per 1 US$, sehingga nilai sewa yang dibayar adalah sebesar Rp16.000.000,00 (US$ 1,000 x Rp16.000,00).


Atas perbedaan waktu antara tanggal penerbitan invoice dan tanggal pembayaran timbul kerugian selisih kurs bagi PT X sebesar Rp1000.000,00 ((Rp16.000,00 - Rp15.000,00) x US$ 1,000)). Atas kerugian selisih kurs tersebut tidak diakui sebagai biaya bagi PT X karena berasal dari jasa konstruksi yang telah dikenai Pajak Penghasilan bersifat final.


Di sisi lain, ketentuan juga mengatur bahwa Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) yang tidak berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final atau tidak termasuk objek pajak, diakui sebagai penghasilan atau biaya sepanjang biaya tersebut dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan.
Sebagai contoh, PT A yang bergerak di bidang penyewaan apartemen, pada bulan September 2010 mendapatkan pinjaman sebesar US$ 10,000,000 yang digunakan masing-masing sebesar US$ 9,000,000 untuk membangun apartemen, dan sebesar US$ 1,000,000 untuk membeli alat transportasi yang akan dipergunakan untuk usaha jasa angkutan.


Atas keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang berasal dari pinjaman sebesar US$ 1,000,000 tersebut dapat diakui sebagai penghasilan atau biaya karena dua alasan: pertama, keuntungan tersebut tidak berkaitan langsung dengan usaha PT A di bidang penyewaan apartemen yang atas penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. Kedua, keuntungan tersebut merupakan pengeluaran untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya berupa usaha jasa angkutan yang atas penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan.


Demikian penjelasan terkait dengan keuntungan dan kerugian selisih kurs dalam perspektif perpajakan. Apabila Saudara membutuhkan penjelasan lebih lanjut, Ideatax solusinya.