Hello, is there anything we can help?

Pajak Youtubers: Permasalahan dan Solusinya

Pajak Youtubers: Permasalahan dan Solusinya

PPN

09 Nov, 2023 10:11 WIB

Jakarta, Ideatax -- Baru – baru ini, seorang komika membagikan kisahnya tatkala bersinggungan dengan permasalahan perpajakan. Komika tersebut menyebutkan bahwa sudah tiga kali dikirimi “surat cinta” oleh petugas pajak terkait penghasilannya dari google AdSense. Dia pun menjelaskan bahwa pihaknya hanya menerima penghasilan dari AdSense YouTube pada tahun 2018. Setelahnya, dia tak pernah lagi mendapat penghasilan dari YouTube (Rachman, 2023). Unggahan dari komika tersebut pun mendapat beragam komentar, salah satunya dari Ditjen Pajak RI. Admin Ditjen Pajak RI menyarankan kepada artis tersebut untuk melakukan konfirmasi kepada Account Representative dimana ia terdaftar (Indraini, 2023).


Memang, akhir – akhir ini DJP sedang menggalakkan pengawasan perpajakan terhadap para selebiriti media sosial. Bahkan, dalam suatu kesempatan, Direktur P2Humas sebelumnya, Bapak Neilmadrin Noor, menyampaikan bahwa sebagai wajib pajak, youtubers atau artis wajib melaksanakan kewajiban perpajakannya. Lantas, bagaimana sebenarnya tata cara pelaksanaan hak dan kewajiban penggiat media sosial tersebut? Melalui artikel ini, kita akan bahas tuntas.

 


Baca Juga: Strategi Pajak untuk Perusahaan Fintech Startup



Secara umum, belum ada aturan yang secara spesifik mengatur ketentuan perpajakan bagi youtubers, tiktokers atau penggiat over the top (OTT) media service lainnya. Sehingga, dalam prakteknya content creator dan penggiat media sosial tersebut dapat dipersamakan dengan pekerja seni (KLU 90002) sesuai dengan Peraturan Dirjen Pajak Nomor 17 tahun 2015 tentang Norma Penghitungan Penghasilan Neto. Sebagai informasi KLU 90002 juga mencakup kegiatan pekerja seni seperti novelis, penulis cerita, pengarang lainnya, actor, penyanyi, penari sandiwara, penari dan seniman panggung lainnya. Termasuk didalamnya, produser radio, televisi dan film, pelukis, kartunis dan pemahat patung.

 

Tata cara penghitungan
Ketentuan Perdirjen Nomor 17 tahun 2015 tersebut antara lain juga mengatur bahwa norma penghasilan neto untuk penghasilan pekerja seni adalah sebesar 50% dari peredaran bruto. Sehingga, untuk menghitung penghasilan kena pajak, penghasilan bruto yang diterima oleh pekerja seni dikalikan dengan 50% baru setelahnya dikalikan dengan tarif PPh Pasal 17.


Sebagai contoh, seorang youtubers memperoleh penghasilan dari YouTube sebesar Rp 120 juta dalam setahun. Youtubers tersebut belum menikah dan belum memiliki tanggungan. Atas penghasilan tersebut, Youtube belum memotong pajak penghasilan. Berdasarkan hal tersebut, maka besarnya pajak yang harus dibayar oleh youtubers tersebut adalah sebagai berikut:


Penghasilan bruto                         = Rp 120.000.000
Penghasilan neto (50% x Rp 100.000.000)             = Rp 60.000.000
Penghasilan tidak kena pajak (TK/0)                = Rp 54.000.000
Penghasilan Kena Pajak (60.000.000 – 54.000.000)        = Rp 6.000.000
Pajak Penghasilan (5% * 6.000.000)                = Rp 300.000
Penghasilan sebagaimana di atas, wajib dilaporkan oleh wajib pajak dalam SPT Masa PPh Orang Pribadi sebelum tanggal 31 Maret setiap tahunnya dengan menggunakan form 1770. 

 

Apakah Penghasilan Youtubers dikenakan PPh Final?
Sebagian wajib pajak mungkin mengalami kebingungan apakah penghasilan youtuber dan penggiat media sosial lainnya yang kurang dari 4,8 miliar dalam setahun dikenakan pajak penghasilan sesuai pasal 17 atau dikenakan pajak penghasilan final sesuai peraturan pemerintah nomor 46 tahun 2013 jo PP 23 tahun 2018. Peraturan Pemerintah Nomor 46 tahun 2013 jo PP 23 tahun 2018 secara umum mengatur bahwa wajib pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu kurang dari 4,8 miliar dalam setahun dikenakan PPh Final sebesar 0,5% dari peredaran bruto.


Namun demikian, PP 46 tahun 2013 jo PP 23 tahun 2018 juga mengatur bahwa terdapat beberapa penghasilan yang dikecualikan dari pengenaan Pajak Penghasilan Final atas peredaran usaha tertentu, diantaranya adalah penghasilan yang diterima atau diperoleh wajib pajak orang pribadi dari jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas.


PP 46/2013 jo PP 23/2018 mengatur bahwa jasa suhubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana di atas, antara lain meliputi pemain musik, pembawa acara, penyanyi, pelawak, Bintang film, Bintang sinetron, Bintang iklan, sutradara, kru film, foto model, peragawan/peragawati, pemain drama dan penari. Oleh sebab itu, jika profesi youtubers dan penggiat media sosial termasuk ke dalam definisi pekerja seni seperti pemain musik, pembawa acara dan lain sebagainya, maka atas penghasilan yang diterima tidak dikenakan PPh Final atas peredaran usaha tertentu sebagaimana diatur oleh PP 46/2013 jo PP 23/2018, melainkan dikenakan PPh Final Pasal 17 sebagaimana dijelaskan di atas.

 

Optimalisasi Pajak Penghasilan Youtubers
Berdasarkan laporan we are social, kita mengetahui bahwa jumlah pengguna youtube di Indonesia pada tahun 2023 adalah sebesar 139 juta. Hal ini berarti, setengah dari penduduk di Indonesia memiliki dan menggunakan akun youtube. Melihat besarnya potensi pajak penghasilan atas penghasilan youtubers tersebut, pada dasarnya ada beberapa hal yang dapat dilakukan oleh pemerintah. Pertama, pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan, perlu memperjelas definisi youtubers dan penggiat media social yang menyebarkan content-nya melalui platform media social. Hal ini penting mengingat selama ini youtubers dan penggiat media social lainnya dipersamakan dengan pekerja seni yang bisa jadi secara substansi berbeda yang menyebabkan norma penghasilan neto juga berbeda. 


Sebagai contoh, penari dan pekerja seni yang melakukan pertunjukan di Gedung pertunjukan memerlukan biaya transportasi dan mobilitas untuk hadir dalam Gedung pertunjukan tersebut, sehingga wajar apabila perkiraan penghasilan neto yang diterima adalah sebesar 50%. Namun bagi youtubers yang dapat menyiarkan pertunjukannya dimana saja dan kapan saja, bisa jadi norma penghitungan neto yang ditetapkan tidak relefan.


Kedua, pemerintah dapat memperkuat Kerjasama dengan google, youtube, tiktok atau platform media sosial lainnya untuk mendapatkan data mengenai seberapa besar penghasilan yang diterima oleh wajib pajak Indonesia. Kendala yang dihadapi oleh otoritas pajak selama ini adalah ketidaktersediaan data untuk menentukan berapa sebenarnya penghasilan yang diterima oleh youtubers dan penggiat social media tersebut. Selama ini pemerintah hanya mengandalkan self-assessment dari wajib pajak tanpa adanya data pembanding lain sebagai sarana check and balance.

 

Referensi
Indraini, A. (2023, Oktober 16). 3 Fakta Soleh Solihun Ditagih Pajak Adsense Meski Tak Dapat Cuan dari YouTube. Retrieved from detik FInance: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-6984014/3-fakta-soleh-solihun-ditagih-pajak-adsense-meski-tak-dapat-cuan-dari-youtube
Rachman, A. (2023, October 15). Begini Kisah Soleh Solihun 'Diburu' Petugas Pajak. Retrieved from CNBC: https://www.cnbcindonesia.com/news/20231015191659-4-480713/begini-kisah-soleh-solihun-diburu-petugas-pajak
We Are Social. (2023, Oktober 22). Digital 2023: Indonesia. Retrieved from We Are Social: https://datareportal.com/reports/digital-2023-indonesia