Hello, is there anything we can help?

Pajak Karbon: Keuntungan dan Kerugiannya

Pajak Karbon: Keuntungan dan Kerugiannya

Carbon Series

23 Oct, 2023 09:10 WIB

Jakarta, Ideatax -- Tok! Ketentuan mengenai Pajak Karbon telah diputuskan sejak 2021. Melalui Undang – undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan diatur bahwa pemerintah dapat mengenakan pajak karbon atas emisi karbon yang memberikan dampak negatif terhadap lingkungan hidup.

 

Namun demikian, sampai dengan 2 tahun semenjak disahkan, belum terdapat ketentuan teknis yang mengatur mengenai lebih lanjut mengenai pajak karbon. Bahkan, Menteri Keuangan mengakui bahwa penerapan pajak karbon di Indonesia bukan suatu perkara yang mudah. Hal ini dikarenakan belum semua masyarakat menyadari pentingnya pajak karbon bagi kelestarian lingkungan hidup (CNBC Indonesia, 2023).

 

Jika memilik dari sejarahnya, maka diketahui bahwa negara pertama yang mengenakan pajak karbon adalah Finlandia. Finlandia telah memperkenalkan pajak karbon semenjak tahun 1990 dengan tarif sebesar 1,12 Euro per ton CO2e atau sebesar Rp 18.340. Padahal saat itu, emisi finlandia hanya sebesar 0,3 persen dari emisi dunia. Semenjak saat itu, negara – negara di dunia mulai menerapkan pajak karbon sebagai upaya memitigasi emisi karbon (Khastar, Aslani, & Nejati, 2020). Adapun negara – negara yang telah menerapkan pajak karbon dapat dilihat pada table berikut:

 

 

Penerapan pajak karbon di Indonesia sendiri bukan perjalanan yang singkat dan mudah. Untuk sampai menjadi undang – undang, butuh banyak pertimbangan dan kajian yang mendalam. Berdasarkan beberapa kajian diketahui bahwa pajak karbon merupakan turunan dari pigouvian tax yang dirancang untuk mengubah perilaku masyarakat. Perilaku masyarakat yang dimaksud di sini adalah perilaku untuk mengurangi emisi gas rumah kaca. Tujuannya jelas, menurunkan emisi gas rumah kaca, menambah pundi – pundi pendapatan negara, mendorong innovasi dan perubahan serta meningkatkan efektifitas dan efisiensi pemungutan pajak.

 


Baca Juga: Seri Karbon: Aspek Pajak Karbon menurut UU HPP


 

Pernyataan senada diungkapkan oleh Cuervo dan Gandhi (1998) dalam IMF Working Paper. Dalam penerlitiannya tersebut, Cuervo dan Gandhi (1998) menyebutkan bahwa terdapat dua keuntungan utama dari carbon tax. Pertama, carbon tax dapat mencapai tujuan keberlangsungan lingkungan dengan biaya yang minimal. Dimana efisiensi tersebut mempunyai dimensi statis dan dimensi dinamis.

 

Dimensi statis dihasilkan dari fakta bahwa mekanisme pasar mendorong Perusahaan untuk memilih metode pengurangan karbon yang effisien dan menghasilkan biaya paling sedikit. Sedangkan dimensi dinamis dihasilkan dari mekanisme pajak karbon memicu Perusahaan untuk melakukan penelitian dan mengembangkan innovasi untuk mengurangi jumlah emisi yang dihasilkan.

 

Keuntungan kedua yang dihasilkan dari penerapan pajak karbon adalah potensi kenaikan pendapatan negara. Tidak dapat dipungkiri bahwa penerapan pajak karbon akan meningkatkan penerimaan negara baik dari sisi jumlah pajak yang dipungut maupun dari transaksi di bursa karbon. Bahkan, undang – undang HPP menyebutkan bahwa penerimaan pajak karbon dapat digunakan untuk membiayai aktivitas mitigasi polusi.

Meskipun pajak karbon menghasilkan sejumlah keuntungan, namun para ahli juga menyampaikan bahwa penerapan pajak karbon membawa konsekuensi negatif terutama pada sektor makroekonomi. Berdasarkan nasakah akademik Undang – undang HPP diketahui bahwa penerapan pajak karbon akan memberikan tekanan negatif pada pertumbuhan ekonomi. Tekanan negatif pada pertumbuhan ekonomi disebabkan karena pengenaan pajak karbon akan menyebabkan peningkatan harga energi yang pada akhirnya akan menimbulkan kenaikan harga barang dan jasa. Kenaikan harga barang dan jasa tersebut menyebabkan penurunan sisi pengeluaran rumah tangga

 

Berdasarkan hasil kajian naskah Badan Kebijakan Fiskal (2021) diketahui bahwa penerapan pajak karbon pada tahun 2022 akan menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia tumbuh 0,06% lebih rendah jika dibandingkan apabila Indonesia tidak mengadopsi pajak karbon. Bahkan, Badan Kebijakan Fiskal memprediksi bahwa pertumbuhan ekonomi di Indonesia akan tumbuh sebesar 0,58% lebih rendah pada tahun 2030 apabila penerapan pajak karbon tidak dibarengi dengan tindakan follow-up.

 

Berdasarkan hal tersebut, agar supaya pajak karbon dapat berjalan dengan optimal tanpa memberikan dampak negatif terhadap kondisi makroekonomi, maka penerapan pajak karbon harus diimbangi dengan tindakan follow up diantaranya adalah dengan meningkatkan sisi permintaan agregat. Peningkatan sisi permintaan agregat dapat dilakukan dengan pemberian insentif terhadap industry yang dapat menekan jumlah emisi yang dihasilkan. Pemberian stimulus terhadap sisi permintaan juga dapat dilakukan melalui pemberian insentif PPN maupun PPnBM atas pembelian motor atau mobil yang bertenaga ramah lingkungan. Dari sisi mikro ekonomi, pemberian insentif pada level harga jual akan memberikan pilihan kepada pembeli untuk membeli barang sesuai dengan kemampuan ekonominya. Bahkan, Blundell, Level dan Miller (2021) berpendapat bahwa pemberian insentif PPN akan membantu menstimulasi ekonomi.

 

Namun demikian perlu diingat bahwa pemberian stimulus atas insentif harus bersifat timely, temporary dan targeted. Artinya, pemberian insentif harus dilakukan pada waktu yang tepat, dilakukan untuk jangka waktu tertentu dan ditargetkan untuk sasaran tertentu. Pemberian insentif yang tidak timely, temporary dan targeted malah justru akan menimbulkan dilusi harga yang pada akhirnya akan menyebabkan tujuan pemberian insentif tidak terwujud.

 

References

BKF. (2021). Naskah Akademik RUU tentang Perubahan Kelima atas Undang - undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang KUP. Jakarta: Kementerian Keuangan.

Blundell, R., Levell, P., & Miller, H. (2021). A temporary VAT cut could help stimulate the economy, but only if timed correctly. The Institute for Fiscal Studies.

CNBC Indonesia. (2023, Februari 02). Pajak Karbon di RI 'Ngaret', Sri Mulyani: Ini Rumit! Retrieved from CNBC Indonesia: https://www.cnbcindonesia.com/news/20230201192011-4-410188/pajak-karbon-di-ri-ngaret-sri-mulyani-ini-rumit

Cuervo, J., & Gandhi, V. P. (1998). Carbon Taxes: Their Macroeconomic Effects and Prospect for Global Adoption-A Survey of the Literature. New York: IMF.

Khastar, M., Aslani, A., & Nejati, M. (2020). How does carbon tax affect social welfare and emission reduction in Finland? Elsevier, 736-744