Hello, is there anything we can help?

Menjaga Cash Flow Tetap Sehat Dengan Restitusi Dipercepat

Menjaga Cash Flow Tetap Sehat Dengan Restitusi Dipercepat

PPN

15 Aug, 2024 16:08 WIB

Oleh: Arianta John Bangun


Gambaran Umum


Pada tulisan penulis sebelumnya, penulis pernah membahas mengenai Strategi Penghematan Pajak melalui permohonan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan Pasal 22 Impor, yang mana akan berdampak ke arus kas yang sehat untuk perusahaan yang baru berdiri, yang biasanya mengalami kerugian. Dalam tulisan ini, penulis akan membahas strategi lainnya yang juga dapat dilakukan oleh Wajib Pajak dalam menjaga arus kas tetap sehat, terutama untuk Wajib Pajak yang mengalami kerugian dalam usahanya.


Sebagaimana diatur di dalam Pasal 17B, Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021, proses pemeriksaan terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berlangsung paling lama 12 (dua belas) bulan termasuk saat dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak, sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Kelebihan pembayaran pajak biasanya disebabkan karena kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Ada 2 (dua) jenis kelebihan pembayaran pajak, yaitu kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, dan kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan. 


Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang terutang. Sedangkan Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak yang terutang.


Wajib Pajak badan dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk 2 jenis pajak, yaitu Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh) 25/29 Badan. Terkait dengan PPN, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak pada akhir tahun buku. Meskipun demikian, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak terkait PPN pada setiap Masa Pajak apabila:

  1. Wajib Pajak melakukan ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
  2. Wajib Pajak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Wajib Pajak melakukan Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
  4. Wajib Pajak melakukan ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
  5. Wajib Pajak melakukan ekspor Jasa Kena Pajak

Sedangkan untuk kelebihan pembayaran PPh badan, Wajib Pajak harus mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak pada akhir tahun buku.


Selain melakukan pemeriksaan terkait permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) juga dapat hanya melakukan proses penelitian atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak untuk Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah.  Hal ini diatur di dalam Pasal 17 C dan 17 D Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021, dan aturan turunannya yaitu Peraturan Menteri Keuangan nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021. Proses penelitian terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berlangsung paling lama 3 (tiga) bulan untuk Pajak Penghasilan dan 1 (satu) bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai, termasuk saat dikeluarkannya Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, sejak surat permohonan diterima secara lengkap. Proses ini lah yang biasa disebut Proses Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak atau Restitusi dipercepat. Sebagaimana diatur di dalam Pasal 1 Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021 yang mengatur mengenai Ketentuan Umum, Pemeriksaan mencakup kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, sedangkan Penelitian mencakup penilaian kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan perhitungannya. Dari sini lah kita jadi dapat mengerti, mengapa proses pemeriksaan lebih lama dibandingkan dengan proses penelitian. 


Meskipun DJP sudah menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak dan sudah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, DJP masih dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak. Dan, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak Wajib Pajak mengalami penambahan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajak. Untuk menghindari diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut, Wajib Pajak harus menjalankan kewajibannya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Wajib Pajak juga harus melakukan pembayaran dan pelaporan perpajakannya dengan tepat waktu, baik untuk perpajakan yang bersifat bulanan maupun tahunan. Selain itu, Wajib Pajak juga harus melakukan rekonsiliasi dan ekualisasi atas perpajakan setiap bulannya serta melakukan review kembali atas semua aspek perpajakan yang sudah dijalankan maupun yang belum dijalankan, termasuk  isu-isu yang timbul terkait dengan perpajakan.

 

Wajib Pajak Kriteria Tertentu
Berdasarkan Pasal 17C Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021, Wajib Pajak yang memenuhi Kriteria Tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria berikut:

  1. Tepat waktu dalam menyampaikan Surat Pemberitahuan;
  2. Tidak mempunyai tunggakan pajak untuk semua jenis pajak, kecuali tunggakan pajak yang telah memperoleh izin untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak;
  3. Laporan Keuangan diaudit oleh Akuntan Publik atau lembaga pengawasan keuangan pemerintah dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian selama 3 (tiga) tahun berturut-turut; dan
  4. Tidak pernah dipidana karena melakukan tindak pidana di bidang perpajakan berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap dalam jangka waktu 5 (lima) tahun terakhir.

Untuk dapat ditetapkan sebagai Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat tanggal 10 Januari. Wajib Pajak Kriteria Tertentu dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan terhadap kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai. Keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu berlaku sejak tanggal ditetapkan sampai dengan dilakukan pencabutan penetapan oleh Direktur Jenderal Pajak. Keputusan penetapan Wajib Pajak Kriteria Tertentu dapat dilakukan pencabutan dalam hal Wajib Pajak:

  1. Terlambat menyampaikan SPT Tahunan;
  2. Terlambat menyampaikan SPT Masa atas suatu jenis pajak dalam 2 (dua) Masa Pajak berturut-turut;
  3. Terlambat menyampaikan SPT Masa atas suatu jenis pajak untuk 3 (tiga) Masa Pajak dalam 1 (satu) tahun kalender; atau
  4. Dilakukan pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka atau tindakan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

 

Wajib Pajak Persyaratan Tertentu

Berdasarkan Pasal 17D Undang – Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 2021, yang dimaksud dengan Wajib Pajak Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas;
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu;
  3. Wajib Pajak badan dengan jumlah peredaran usaha dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu; atau
  4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai dengan jumlah penyerahan dan jumlah lebih bayar sampai dengan jumlah tertentu.

Ketentuan lebih lanjut mengenai Wajib Pajak Persyaratan Tertentu diatur di dalam Pasal 9 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 Tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021. Di dalam aturan tersebut, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu adalah Wajib Pajak yang memenuhi kriteria sebagai berikut:

  1. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi;
  2. Wajib Pajak orang pribadi yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah);
  3. Wajib Pajak Badan yang menyampaikan SPT Tahunan Pajak Penghasilan lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah); atau
  4. Pengusaha Kena Pajak yang menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai lebih bayar restitusi dengan jumlah lebih bayar paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Wajib Pajak Persyaratan Tertentu dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan terhadap kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan maupun Pajak Pertambahan Nilai. Untuk menjadi Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, Wajib Pajak tidak perlu mengajukan permohonan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Wajib Pajak terdaftar, melainkan bisa langsung mengajukan permohonan pengembalian pendahuluan terhadap kelebihan pembayaran pajak, sepanjang Wajib Pajak sudah memenuhi kriteria yang sudah disebutkan di atas.


Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah
Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu dan ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah dapat diberikan Pengembalian Pendahuluan atas kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai pada setiap Masa Pajak. Berdasarkan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 Tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021, Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah meliputi:

  1. Perusahaan yang sahamnya diperdagangkan di bursa efek di Indonesia;
  2. Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Badan Usaha Milik Negara dan Badan Usaha Milik Daerah;
  3. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Mitra Utama Kepabeanan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Mitra Utama Kepabeanan;
  4. Pengusaha Kena Pajak yang telah ditetapkan sebagai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator) sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai Operator Ekonomi Bersertifikat (Authorized Economic Operator);
  5. Pabrikan atau produsen selain Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam angka 1 sampai dengan angka 4, yang memiliki tempat untuk melakukan kegiatan produksi;
  6. Pengusaha Kena Pajak yang memenuhi persyaratan tertentu; 
  7. Pedagang Besar Farmasi yang memiliki: (a). Sertifikat Distribusi Farmasi atau Izin Pedagang Besar Farmasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pedagang besar farmasi; dan (b).Sertifikat Cara Distribusi Obat yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cara distribusi obat yang baik;
  8. Distributor Alat Kesehatan yang memiliki: (a). Sertifikat Distribusi Alat Kesehatan atau Izin Penyalur Alat Kesehatan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyalur alat kesehatan; dan (b). Sertifikat Cara Distribusi Alat Kesehatan yang Baik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai cara distribusi alat kesehatan yang baik; atau
  9. Perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh Badan Usaha Milik Negara dengan kepemilikan saham lebih dari 50% (lima puluh persen) yang laporan keuangannya dikonsolidasikan dengan laporan keuangan Badan Usaha Milik Negara induk sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

 

Pengusaha Kena Pajak yang melakukan kegiatan tertentu meliputi:

  1. Ekspor Barang Kena Pajak Berwujud;
  2. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Pemungut Pajak Pertambahan Nilai;
  3. Penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak yang Pajak Pertambahan Nilainya tidak dipungut;
  4. Ekspor Barang Kena Pajak Tidak Berwujud;
  5. Ekspor Jasa Kena Pajak

Untuk dapat ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah, Pengusaha Kena Pajak dapat mengajukan permohonan ke KPP tempat Pengusaha Kena Pajak dikukuhkan.

 

Kesimpulan
Kelebihan pembayaran pajak biasanya disebabkan karena kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya tidak terutang. Ada 2 (dua) jenis kelebihan pembayaran pajak, yaitu kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai dan kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan. Pada umumnya, perusahaan yang mengalami kelebihan pembayaran Pajak Pertambahan Nilai adalah perusahaan yang kegiatannya meliputi: ekspor-impor, penyerahan kepada pemungut PPN, penyerahan yang PPN nya tidak dipungut dan perusahaan yang mengalami kerugian, sehingga menyebabkan PPN masukan yang dikreditkannya lebih besar dibandingkan dengan PPN keluarannya. Adapun perusahaan yang mengalami kelebihan pembayaran Pajak Penghasilan biasanya mengalami kerugian sehingga menyebabkan kredit pajak nya lebih besar, sementara pajak yang terutangnya tidak ada.


Atas kelebihan pembayaran pajak, Wajib Pajak diberikan hak untuk mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pajak. Ada 2 (dua) mekanisme yang bisa dilakukan Wajib Pajak terkait dengan permohonan pengembalian kelebihan pajak, yaitu mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pajak dengan Proses Pemeriksaan dan mekanisme Permohonan Pengembalian Kelebihan Pajak dengan Proses Percepatan atau Pendahuluan. Berdasarkan Undang-Undang KUP Pasal 17 B, jangka waktu Permohonan Pengembalian Kelebihan Pajak dengan Proses Pemeriksaan berlangsung selama 12 (dua belas) bulan sejak permohonan diterima secara lengkap sampai dengan dikeluarkannya Surat Ketetapan Pajak (SKP), sedangkan berdasarkan Undang-Undang KUP Pasal 17 C, jangka waktu Permohonan Pengembalian Kelebihan Pajak dengan Proses Percepatan atau Pendahuluan berlangsung paling lama 3 (tiga) bulan untuk Pajak Penghasilan dan 1 (satu) bulan untuk Pajak Pertambahan Nilai, termasuk saat dikeluarkannya Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pajak, sejak surat permohonan diterima secara lengkap. 


Wajib Pajak yang dapat memanfaatkan mekanisme Permohonan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak (Restitusi dipercepat) adalah Wajib Pajak Kriteria Tertentu, Wajib Pajak Persyaratan Tertentu, dan Pengusaha Kena Pajak Berisiko Rendah. 


Meskipun Direktur Jenderal Pajak sudah menerbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak dan sudah melakukan pengembalian pendahuluan kelebihan pajak, Direktur Jenderal Pajak masih dapat melakukan pemeriksaan terhadap Wajib Pajak dan menerbitkan Surat Ketetapan Pajak. Dan, apabila berdasarkan hasil pemeriksaan Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, jumlah kekurangan pajak Wajib Pajak terkena penambahan sanksi administrasi berupa kenaikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah kekurangan pembayaran pajaknya.


Untuk menghindari diterbitkannya Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar tersebut, Wajib Pajak harus menjalankan kewajibannya sesuai dengan undang-undang perpajakan yang berlaku. Wajib Pajak juga harus melakukan pembayaran dan pelaporan perpajakannya dengan tepat waktu, baik untuk perpajakan yang bersifat bulanan maupun tahunan. Selain itu, Wajib Pajak juga harus melakukan rekonsiliasi dan ekualisasi atas perpajakan setiap bulannya serta melakukan review kembali atas semua aspek perpajakan yang sudah dijalankan maupun yang belum dijalankan, termasuk isu-isu yang timbul terkait dengan perpajakan.

 

Rekomendasi
Penulis merekomendasikan Wajib Pajak yang mengalami kelebihan pembayaran pajak dapat memillih untuk mengajukan Permohonan Pengembalian Pendahuluan, karena mekanisme permohonan ini lebih efektif dan efisien. Efektif karena kelebihan pembayaran pajak yang dimintakan oleh Wajib Pajak langsung dibayar oleh Direktur Jenderal Pajak sepanjang proses penelitian yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak sudah memenuhi ketentuan yang berlaku, dan efisien dkarenakan proses penelitian yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak relatif singkat dan tidak memakan waktu Wajib Pajak.
Ketentuan Terkait

  • Undang – undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018 tentang Tata Cara Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pembayaran Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 209/PMK.03/2021.
  • Undang – undang Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang – undang Nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.