Hello, is there anything we can help?

Mengenal Pajak Pertambahan Nilai atas Aktiva yang Semula Tidak Diperjualbelikan

Mengenal Pajak Pertambahan Nilai atas Aktiva yang Semula Tidak Diperjualbelikan

PPN

29 Jul, 2024 09:07 WIB

Sejak diundangkan pertama kali pada tahun 1983, Undang-undang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terus mengalami penyempurnaan. Salah satu aspek yang mengalami penyempurnaan adalah terkait Pajak Pertambahan Nilai atas aktiva yang semula tidak diperjualbelikan. 
Perlu diketahui bahwa berdasarkan Pasal 9 Undang - undang PPN, Pengusaha Kena Pajak dapat mengkreditkan pajak masukan atas perolehan barang modal berupa mesin, gedung, perlengkapan, peralatan untuk kegiatan. Bahkan, berdasarkan ketentuan terbaru, pengusaha kena pajak dapat mengkreditkan pajak masukan atas perolehan mesin dan peralatan tersebut meskipun pengusaha kena pajak belum berproduksi secara komersial. Perlu adanya pemahaman filosofis untuk menyelami alasan dibalik pengaturan pengenaan PPN apabila barang modal tersebut dijual kembali. Oleh karena itu, melalui artikel ini, kita akan sedikit flashback terhadap ketentuan PPN sejak undang - undang PPN diterbitkan.


Undang-undang Nomor 8 tahun 1983 tentang PPN belum secara spesifik mengatur mengenai perlakuan PPN terhadap aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan. Hal ini dapat kita lihat secara tekstual dalam Pasal 16 UU PPN yang antara lain mengatur bahwa atas permohonan tertulis Pengusaha Kena Pajak, kelebihan pembayaran pajak yang belum dikompensasikan, pengembaliannya dilakukan dalam jangka waktu sebagaimana diatur dalam Undang-undang tentang Ketentuan Umum Dan Tata Cara Perpajakan, atau dalam jangka waktu lain yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.


Selanjutnya, pada amandemen kedua Undang-undang PPN tahun 1995 (UU nomor 20 tahun 1994), ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 dihapus dan diganti menjadi empat ketentuan baru di antara Pasal 16 dan Pasal 17. Salah satu ketentuan baru yang lahir dengan diundangkannya Undang-undang Nomor 20 tahun 1994 tersebut adalah Pasal 16D. Ketentuan tersebut antara lain mengatur bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan aktiva oleh Pengusaha Kena Pajak yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang Pajak Pertambahan Nilai yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.


Dalam penjelasannya, antara lain disebutkan bahwa penjualan aktiva baik berupa gedung, kendaraan, peralatan, mesin maupun peralatan lainnya yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan berimplikasi kepada pengenaan PPN sepanjang pajak masukan atas pembelian aktiva tersebut secara ketentuan dapat dikreditkan menurut Undang-undang PPN.


Namun demikian, ketentuan tersebut juga mengatur bahwa apabila pajak masukan tidak dapat dikreditkan disebabkan karena kesalahan administratif maupun kelalaian Pengusaha Kena Pajak seperti faktur pajak tidak dibuat dengan lengkap, maka PPN atas penjualan aktiva yang menurut tujuan semula tidak diperjualbelikan tersebut tetap dikenakan.


Namun demikian, ketentuan dalam amandemen UU PPN tahun 1994 ini tidak mengatur lebih lanjut mengenai kewajiban pembuatan faktur pajak atas penjualan aktiva tersebut. Sehingga, timbul kerancuan dalam penerapan ketentuannya.


Oleh sebab itu, pasca amandemen pertama Undang-undang PPN tahun 1983, pemerintah kembali menyempurnakan ketentuan PPN dalam Undang-undang 42 tahun 2009. Dalam beleid tersebut, antara lain diatur bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas penyerahan Barang Kena Pajak berupa aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan oleh Pengusaha Kena Pajak, kecuali atas penyerahan aktiva yang Pajak Masukannya tidak dapat dikreditkan karena perolehan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak yang tidak mempunyai hubungan langsung dengan kegiatan usaha dan perolehan dan pemeliharaan kendaraan bermotor berupa sedan dan station wagon, kecuali merupakan barang dagangan atau disewakan.


Sehingga, berdasarkan ketentuan tersebut, PPN hanya akan dikenakan terhadap penyerahan aktiva yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

  • Aktiva yang diserahkan berupa barang kena pajak;
  • Aktiva diserahkan oleh pengusaha kena pajak.
  • Aktiva menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan seperti barang modal, perlengkapan dan peralatan.
  • Pajak masukan atas perolehan aktiva tersebut dapat dikreditkan menurut ketentuan undang - undang perpajakan.
  • Aktiva berhubungan langsung dengan kegiatan usaha pengusaha kena pajak.
  • Aktiva bukan berupa station wagon maupun sedan.

Terhadap penjualan aktiva tersebut, pengusaha kena pajak wajib membuat faktur pajak dan melaporkannya dalam SPT Masa PPN.


Terdapat beberapa indikator fiskus untuk mendeteksi penjualan aktiva wajib pajak. Antara lain dengan membandingkan lampiran khusus 1A SPT Tahunan PPh Badan tahun berjalan dengan tahun sebelumnya. Apabila terdapat penurunan nilai buku dan jumlah aset yang dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh Badan, hal ini dapat menjadi salah satu trigger dikenakannya PPN 16D oleh fiskus. Oleh karena itu, wajib pajak perlu cermat dalam melaporkan SPT Tahunan PPh Badan.

Apabila Saudara memerlukan asistensi lebih lanjut, Ideatax tempatnya.