Hello, is there anything we can help?

Mengenal Lebih dalam Tax Ratio dan Tantangannya

Mengenal Lebih dalam Tax Ratio dan Tantangannya

KUP

30 Oct, 2023 10:10 WIB

Jakarta, Ideatax -- Sudah sejak lama tax ratio digunakan oleh negara – negara di dunia sebagai alat untuk menilai performa otoritas perpajakan. Meskipun tax ratio bukan merupakan satu – satunya ukuran untuk menilai performa pajak dalam ekonomi suatu negara. Namun, tax ratio dianggap sebagai suatu ukuran umum yang memberikan gambaran atas kondisi perpajakan suatu negara (Binus, 2019).

 

Secara umum, tax ratio atau yang jamak juga disebut sebagai tax to GDP ratio adalah perbandingan antara penerimaan perpajakan suatu negara dibandingkan dengan ekonomi suatu negara yang diukur dengan Gross Domestic Bruto (GDP). Sehingga, secara matematis tax ratio dihitung dengan menggunakan formulasi sebagai berikut:   (Investorpedia, 2021).

 

Berdasarkan definisi di atas, maka pada dasarnya tax ratio dapat dilihat dari dua sisi yang berbeda. Pertama, tax ratio dapat dilihat sebagai ukuran untuk menilai kemampuan suatu negara dalam mengumpulkan penerimaan pajak. Artinya, semakin tinggi tax ratio semakin baik kemampuan suatu negara dalam memungut pajak. Kedua, tax ratio juga dapat dilihat sebagai alat untuk mengukur beban pajak (tax burden) yang ditanggung oleh penduduk suatu negara (DPR, 2014).

 

Namun demikian, terdapat permasalahan yang substansial dalam penghitungan tax ratio. Terdapat perbedaan definisi penerimaan perpajakan yang dipergunakan dalam penghitungan tax ratio antara IMF dengan OECD (Kemenkeu, 2023). International Monetary Fund (IMF) dalam Government Finance Statistic Manual (GFSM) tidak memasukkan social securiry payment sebagai komponen dalam penghitungan tax ratio. Sehingga, GFSM hanya menggunakan pajak sebagai berikut dalam penghitungan tax ratio:

 

  • Pajak atas penghasilan, keuntungan dan laba (taxes on payroll, profits and capital gain)
  • Pajak atas gaji dan tenaga kerja (taxes on payroll and workforce)
  • Pajak atas property (taxes on property)
  • Pajak atas barang dan jasa (taxes on goods and services)
  • Pajak atas perdagangan dan transaksi internasional (taxes on international trande and transaction)
  • Pajak lain – lain (other taxes).

 

Di sisi lain, OECD memasukkan pembayaran social security sebagai komponen dalam penghitungan tax ratio. Sehingga komponen yang digunakan oleh negara – negara OeCD dalam penghitungan tax ratio antara lain adalah sebagai berikut:

 

  • Pajak pendapatan, keuntungan, dan laba usaha (taxes on incomes, profits and capital gains)
  • Kontribusi Sosial (social security contributions)
  • Pajak atas kekayaan(taxes on property)
  • Pajak atas barang dan jasa(Taxes on goods and services)
  • Pajak lainnya (Other taxes)

 

Berdasarkan penjelasan di atas, terlihat jelas bagaimana IMF dan OECD mendefinisikan pendapatan perpajakan dalam memformulasikan penghitungan tax ratio. IMF dalam GFSM tidak memasukan kontribusi sosial dalam penghitungan tax ratio, melainkan memasukkannya sebagai komponen pendapatan negara yang berdiri sendiri. Di lain pihak, OECD justru memasukkan komponen social security dalam penghitungan tax ratio. Hal ini dikarenakan Sebagian besar negara – negara OECD menerapkan system welfare state (Kemenkeu, 2023).
 

 

Posisi Indonesia

Setelah mengetahui perbedaan penghitungan tax ratio OECD dan IMF, maka pertanyaan selanjutnya adalah dimanakah posisi Indonesia? Apakah Indonesia menganut formulasi OECD atau IMF?

 

Untuk menjawab pertanyaan ini, pertama – tama kita harus melihat Kembali Undang – Undang Perbendaharaan dan Keuangan Negara. Undang – undang Nomor 1 tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara mengatur bahwa laporan keuangan pemerintah disusun agar dapat menghasilkan statistik keuangan pemerintah (Government Finance Statistic/GFS) sehingga dapat memenuhi kebutuhan analisis kebijakan dan kondisi fiskal, pengelolaan dan analisis perbandingan antar negara (cross country studies), kegiatan pemerintahan dan penyajian statistic keuangan pemerintahan.

 

Selanjutnya, berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 24 tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintaha (SAP) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah nomor 71 tahun 2010 mengatur bahwa Pemerintah dalam menyusun Pedoman Umum Sistem Akutansi Pemerintah yang akan menjadi acuan untuk penyusunan Sistem Akuntansi Pemerintah Pusat dan Daerah, yang diperlukan dalam rangka mewujudkan konsolidasi fiskal dan statistik keuangan pemerintah secara nasional. Sehingga, akun-akun dalam APBN Indonesia disusun mengadopsi format GFS.

 

Berdasarkan hal tersebut di atas, agaknya kita dapat mengetahui bahwa dalam sistem akuntansi pemerintahan, pemerintah mengacu pada GFS yang diterbitkan oleh IMF. Sehingga, dalam penghitungan tax ratio, pemerintah tidak memasukkan social security sebagai komponen penghasilan. Hal ini berbeda dengan negara – negara eropa dan negara – negara OECD yang memasukkan komponen social security seperti iuran jaminan hari tua, asuransi dan pungutan lain yang sejenis.

 

Oleh sebab itu, apabila ingin membandingkan performance penerimaan perpajakan di Indonesia, maka akan lebih bijak apabila membandingkannnya dengan negara – negara yang menggunakan Governmental Finance Statistic Manual (GFSM). Membandingkan tax ratio Indonesia dengan negara – negara OECD secara langsung tanpa penyesuaian akan menyebabkan informasi yang diterima bias. Alternatifnya, kita dapat menggunakan data government revenue – percent to GDP yang diterbitkan oleh IMF sebagai berikut:


Source: Imf (2023)

Berdasarkan data rasio pendapatan pemerintah terhadap GDP sebagaimana di atas, kita dapat melihat bahwa umumnya proporsi penerimaan pajak terhadap GDP di Indonesia lebih rendah dibandingkan dengan negara lain di Asia Tenggara. Bahkan, selama tahun 2011 sampai dengan 2020, rasio pajak terhadap GDP di Indonesia terus menurun (IMF, 2023).

 


Menurut Fuad Rahmany, terdapat beberapa faktor yang menyebabkan rendahnya rasio pajak terhadap GDP, salah satunya adalah rendahnya tax coverage, yaitu perbandingan antara fiskus dengan jumlah penduduk dan luas wilayah (Kemenkeu, 2023). Faktor berikutnya yang turut menyumbang rendahnya penerimaan pajak dibanding dengan GDP adalah perbedaan tarif dan dasar pengenaan pajak. Sebagai contoh, di Indonesia tarif PPN adalah sebesar 11% sedangkan di Malaysia, tarif PPN adalah sebesar 20%.

 


Beranjak dari sini, untuk memperbaiki rasio penerimaan pajak terhadap GDP, pada dasarnya ada beberapa hal yang dapat dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah perlu menyesuaikan perhitungan tax ratio dengan negara – negara yang menggunakan GSFM yang diterbitkan oleh IMF maupun berdasarkan panduan yang diterbitkan oleh OECD. Hal ini penting untuk mengukur sejauh mana performance perpajakan di Indonesia. Kedua, pemerintah perlu memperluas tax coverage dengan cara menambah kantor pelayanan maupun jumlah fiskus. Ketiga, pemerintah perlu mempermudah iklim investasi, sehingga meskipun dengan struktur maupun tarif pajak yang lebih rendah, namun mampu menarik investor untuk berusaha di Indonesia. Dalam jangka Panjang, peningkatan jumlah investasi yang diiringi dengan perbaikan system perpajakan akan meningkatkan tax ratio itu sendiri. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Gaspareniene et al (2022) yang menyatakan bahwa foreign direct investment (FDI) mempunyai dampak signifikan terhadap penerimaan pajak. 

 

 

Referensi
Binus. (2019, October 25). Tax Ratio Series – Perhitungan Tax Ratio dari Masa ke Masa. Retrieved from Binus University: https://accounting.binus.ac.id/2019/10/25/tax-ratio-series-perhitungan-tax-ratio-dari-masa-ke-masa/
DPR. (2014). Meningkatkan Tax Ratio Indonesia. Jakarta: Setjen DPR.
Gaspareniene, L., Kliestik, T., Sivickiene, R., Remekiene, R., & Endrijaitis, M. (2022). Impact of Foreign Direct Investment on Tax Revenue: The Case of the European Union . Journal of Competitiveness, 43-60.
IMF. (2023, October 07). Government revenue, percent of GDP . Retrieved from IMF: https://www.imf.org/external/datamapper/rev@FPP/USA/FRA/JPN/GBR/SWE/ESP/ITA/ZAF/IND
Investorpedia. (2021, Juli 21). What Is the Tax-to-GDP Ratio? Definition, and What Is a Good One? Retrieved from Investopedia: https://www.investopedia.com/terms/t/tax-to-gdp-ratio.asp
Kemenkeu. (2023, Oktober 07). Perbandingan Komponen dan Struktur Pajak OECD dan Government Finance Statistic Manual dan Pengaruhnya atas PendefinisianTax Ratio di Indonesia. Retrieved from Kemenkeu: https://anggaran.kemenkeu.go.id/in/post/perbandingan-komponen-dan-struktur-pajak-oecd-dan-government-finance-statistic-manual-dan-pengaruhnya-atas-pendefinisiantax-ratio-di-indonesia