Hello, is there anything we can help?

Mengenal Debt to Equity Ratio

Mengenal Debt to Equity Ratio

PPN

22 Jul, 2024 09:07 WIB

Sudah sejak lama rasio dan indikator keuangan digunakan untuk menilai performa perusahaan mulai dari current ratio, turnover ratio, return on asset, return on investment, dan lain sebagainya. Terdapat beberapa manfaat yang diperoleh dari penghitungan rasio dan indikator tersebut, diantaranya adalah menilai kinerja perusahaan, menilai kemampuan perusahaan dalam membayar hutang, membandingkan kinerja perusahaan dengan kompetitor, sebagai bahan evaluasi dalam pengambilan keputusan, sampai dengan memprediksi kinerja keuangan perusahaan di masa depan.


Diantara sekian banyak indikator keuangan, salah satu rasio dan indikator yang terpenting adalah rasio - rasio solvabilitas. Rasio ini menghitung kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka panjang. Rasio ini juga penting bagi kreditur untuk menilai kelayakan perusahaan dalam menilai kredit. Selain itu, rasio ini juga berguna dalam menilai risiko jangka panjang perusahaan.


Terdapat dua rasio utama dalam rasio solvabilitas: rasio hutang terhadap asset (debt to asset ratio) dan rasio hutang terhadap modal (debt to equity ratio). Debt to asset ratio adalah rasio yang membandingkan total hutang dengan aset yang dimiliki oleh perusahaan. Rasio ini menghitung nilai aset yang dibiayai oleh kreditur. Semakin tinggi nilai debt to asset ratio menunjukkan bahwa perusahaan semakin bergantung pada hutang dalam menjalankan aktivitas usahanya.
Rasio solvabilitas yang kedua adalah debt to equity ratio. Debt to equity ratio adalah rasio yang membandingkan antara hutang dengan jumlah modal perusahaan. Rasio ini penting bagi investor dan kreditor dalam menilai performa perusahaan dan memprediksi kinerja perusahaan di masa depan. Semakin tinggi nilai debt to equity ratio menunjukkan bahwa proporsi hutang lebih dominan terhadap modal dalam menjalankan operasional perusahaan.
Menurut corporate finance institute, terdapat kelebihan dan kelemahan dari tingginya nilai debt to equity ratio. Nilai DER yang tinggi menunjukkan bahwa perusahaan dapat dengan mudah melunasi kewajiban hutangnya (melalui arus kas) dan menggunakan leverage untuk meningkatkan pengembalian ekuitas. Selain itu, DER yang tinggi dapat menurunkan biaya hutang dibandingkan dengan biaya ekuitas. Sehingga, dalam beberapa kasus, kenaikan DER dapat menurunkan biaya modal rata - rata tertimbang (weighted average capital cost).


Namun demikian, dibalik keuntungan dari nilai DER yang tinggi juga terdapat kelemahan. Corporate Finance Institute (2024) menyebutkan bahwa peningkatan DER akan meningkatkan risiko gagal bayar perusahaan. Selain itu, biaya tingginya DER akan menyebabkan biaya bunga dan biaya modal yang terlampau tinggi.
Dalam ranah perpajakan, tingginya biaya bunga berpotensi menurunkan keuntungan bersih yang pada akhirnya menurunkan jumlah pajak yang dibayar. Oleh karena itu, secara khusus pemerintah mengatur DER dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 169/PMK.010/2015 tentang Penentuan Besarnya Perbandingan antara Utang dan Modal Perusahaan untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan.


Dalam ketentuan tersebut antara lain diatur bahwa untuk keperluan penghitungan pajak penghasilan, pemerintah menetapkan besarnya perbandingan antara utang dan modal bagi wajib pajak badan yang didirikan dan bertempat tinggal di indonesia yang modalnya terbagi atas saham - saham.


Sesuai dengan ketentuan tersebut, DER dihitung dengan cara membagi saldo rata - rata hutang dengan saldo rata - rata modal dalam suatu tahun pajak. Saldo rata - rata hutang meliputi saldo utang jangka panjang dan saldo utang jangka pendek termasuk saldo utang dagang yang dibebani bunga. Sedangkan saldo modal meliputi ekuitas sebagaimana dimaksud dalam standar akuntansi keuangan yang berlaku dan pinjaman tanpa bunga dari pihak yang memiliki hubungan istimewa.


PMK 169 tahun 2015 tersebut mengatur bahwa besarnya DER ditetapkan paling tinggi sebesar empat banding satu (4 : 1). Artinya, apabila besarnya perbandingan hutang dengan modal lebih dari lima banding satu, atas kelebihan biaya bunga tidak dapat dibebankan dalam penghitungan PPh Badan.
Sebagai contoh, dalam satu tahun pajak PT ABC memiliki data - data sebagai berikut: rata - rata hutang sebesar Rp 6.000.000.000, rata - rata modal sebesar Rp 1.000.000.000 dan biaya bunga sebesar Rp60.000.000. Berdasarkan informasi tersebut, maka besarnya perbandingan antara hutang dengan modal PT ABC adalah sebesar 6 : 1. 


Oleh karena perbandingan hutang dengan modal PT ABC lebih besar daripada yang diperbolehkan dalam PMK 169 tahun 2015, maka PT ABC harus memperhitungkan ulang biaya bunga yang dibebankan dalam SPT Tahunan sebagai berikut:


Biaya bunga yang dibebankan = 4/6 * Rp60.000.000 = Rp40.000.000


Sehingga, dalam SPT Tahunan PT ABC membebankan biaya bunga sebesar Rp40.000.000.


Perlu diingat bahwa terdapat wajib pajak yang dikecualikan dari penerapan ketentuan debt to equity ratio tersebut. Beberapa wajib pajak yang dikecualikan dari pengenaan ketentuan DER tersebut antara lain:

  • Wajib Pajak bank;
  • Wajib Pajak lembaga pembiayaan;
  • Wajib Pajak asuransi dan reasuransi;
  • Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang pertambangan minyak dan gas bumi, pertambangan umum, dan pertambangan lainnya yang terikat kontrak bagi hasil, kontrak karya, atau perjanjian kerjasama pengusahaan pertambangan, dan dalam kontrak atau perjanjian dimaksud mengatur atau mencantumkan ketentuan mengenai batasan perbandingan antara utang dan modal; dan
  • Wajib Pajak yang atas seluruh penghasilannya dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final berdasarkan peraturan perundang-undangan tersendiri; dan
  • Wajib Pajak yang menjalankan usaha di bidang infrastruktur.

    Demikian pembahasan mengenai debt to equity ratio, dalam hal saudara memerlukan asistensi lebih lanjut, Ideatax selalu siap diandalkan.