Hello, is there anything we can help?

Is It Possible to Separate DGT From Ministry of Finance: a study?

Is It Possible to Separate DGT From Ministry of Finance: a study?

PPN

19 Feb, 2024 14:02 WIB

Jakarta, Ideatax -- Mahkamah Konstitusi menolak uji materi pemisahan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan. Melalui amar Putusannya Nomor 155/PUU-XXI/2023 yang diucap tanggal 31 Januari 2024, Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa tidak ada alasan hukum untuk membentuk lembaga khusus setingkat Kementerian yang memiliki otoritas melakukan pemungutan pajak yang terpisah dari kementerian keuangan (Kompas, 2024).


Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa pemisahan atau penyatuan DJP dari Kementerian Keuangan merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy) pembentuk undang-undang. Hal ini sebagaimana dimuat dalam ketentuan Pasal 17 ayat (4) dan Pasal 23A UUD 1945. Tujuannya jelas, agar dapat menyesuaikan perkembangan ruang lingkup pemerintahan.


Sebagai informasi bahwa gugatan uji materiil tersebut diajukan oleh seorang konsultan pajak terhadap Pasal 6 ayat (1) dan ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (UU KN) dan Pasal 5 ayat (2), Pasal 6, Pasal 15 Undang-undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (UU Kementerian Negara). 


Pasal 6 Undang – undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengatur bahwa Presiden selaku Kepala Pemerintahan memegang kekuasaan pengelolaan keuangan negara sebagai bagian dari kekuasaan pemerintahan. Untuk selanjutnya, kekuasaan tersebut dikuasakan kepada Menteri Keuangan, selaku pengelola fiskal dan Wakil Pemerintah dalam kepemilikan kekayaan negara yang dipisahkan.


Di sisi lain, Pasal 5 ayat (2) UU nomor 39 tahun 2008 mengatur bahwa urusan pemerintahan tertentu meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan. Sedangkan Pasal 6 UU nomor 39 tahun 2008 mengatur bahwa setiap urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dan ayat (3) tidak harus dibentuk dalam satu Kementerian tersendiri. 


Pasal – pasal ini lah yang kemudian diajukan uji materiil di Mahkamah Konstitusi oleh pemohon. Pemohon uji materi berpendapat bahwa penempatan DJP sebagai subordinasi atau di bawah Kemenkeu sebagaimana dimuat dalam aturan di atas bertentangan dengan UUD 1945 (Detik Finance, 2024).


Menilik dari pertimbangan Hakim Konstitusi, maka pemisahan DJP dari Kemenkeu masih sangat dimungkinkan. Hal ini dikarenakan Hakim berpendapat bahwa pemisahan atau penggabungan DJP dari kemenkeu merupakan kebijakan hukum terbuka (open legal policy). Mengutip dari Hukum Online, open legal policy adalah kondisi dimana UUD 1945 memberikan mandate kepada pembentuk undang – undang untuk mengatur suatu materi lebih lanjut. Atau, dengan kata lain, open legal policy adalah suatu kondisi ketika UUD 1945 atau konstitusi sebagai norma hukum tertinggi di Indonesia tidak mengatur atau tidak secara jelas memberikan batasan terkait apa dan bagaimana materi tertentu harus diatur oleh undang-undang (Hukum Online, 2023). 


Istilah open legal policy sendiri sering dijumpai pada Putusan Mahkamah Konstitusi sebagai pelaksanaan lebih lanjut UUD 1945. Lebih lanjut, kebijakan hukum terbuka dapat diartikan sebagai tindakan pembentuk undang-undang dalam menentukan subjek, objek, perbuatan, peristiwa, dan/atau akibat untuk diatur dalam peraturan perundang-undangan (Hukum Online, 2023).


Pendapat penulis mengenai kemungkinan pemisahan DJP dari Kemenkeu ini pun senada dengan pendapat ekonom senior, Drajad Wibowo. Drajad berpendapat bahwa kebijakan hukum terbuka (open legal policy) dapat sewaktu – waktu diubah sesuai kebutuhan melalui proses legislasi. Sehingga, keputusan MK itu tidak melarang pembentukan Badan Penerimaan Negara melalui Undang - undang (Kumparan, 2024). Lebih lanjut, Drajad berpendapat bahwa pembentukan badan penerimaan pajak sebenarnya adapat dilakukan melalui amandemen Undang – undang KUP. Namun demikian, pengubahan terhadap undang – undang formil perpajakan tersebut berpotensi menimbulkan kegaduhan. Sehingga, akan lebih baik apabila membentuk undang – undang baru sebagai dasar pemisahan DJP dari Kemenkeu.


Berdasarkan hal tersebut di atas, masih sangat dimungkinkan bagi pembentuk undang – undang untuk melaksanakan Open legal Policy dengan membentuk badan penerimaan pajak yang terpisah dari badan pembuat kebijakan fiscal, dalam hal ini kementererian keuangan. Terlebih, dua dari tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden berencana untuk menjadikan DJP sebagai sebuah lembaga yang independen untuk memenuhi target penerimaan pajak.

 

Referensi
Detik Finance. (2024, January 31). MK Tolak Uji Materiil Pemisahan Ditjen Pajak dari Kemenkeu, Ini Respons Anies. Retrieved from Detik: https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-7174147/mk-tolak-uji-materiil-pemisahan-ditjen-pajak-dari-kemenkeu-ini-respons-anies
Hukum Online. (2023, Mei 30). Apa Itu Open Legal Policy? Retrieved from Hukum Online: https://www.hukumonline.com/klinik/a/apa-itu-open-legal-policy-lt5460bcac21ce7
Kompas. (2024, January 01). MK Tolak Ditjen Pajak Dipisah dari Kemenkeu. Retrieved from Kompas: https://nasional.kompas.com/read/2024/02/02/13524261/mk-tolak-ditjen-pajak-dipisah-dari-kemenkeu#:~:text=Editor&text=JAKARTA%2C%20KOMPAS.com%20%2D%20Mahkamah,31%2F01%2F2024).
Kumparan. (2024, February 02). MK Tolak DJP-Kemenkeu Dipisah, Prabowo-Gibran Kukuh Buat Badan Penerimaan Negara. Retrieved from Kumparan: https://kumparan.com/kumparanbisnis/mk-tolak-djp-kemenkeu-dipisah-prabowo-gibran-kukuh-buat-badan-penerimaan-negara-225SSEXUfHC/full