Hello, is there anything we can help?

Imbalan Bunga: Sebuah Bukti Kesetaraan dalam Perpajakan

Imbalan Bunga: Sebuah Bukti Kesetaraan dalam Perpajakan

PPN

12 Aug, 2024 14:08 WIB

Pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan (PSIAP) sudah mencapai penghujungnya. Berbagai persiapan tengah dilakukan untuk menjamin kelancaran ujicoba coretax system tersebut pada akhir tahun mendatang. Bahkan, Menteri Keuangan beserta Dirjen Pajak dipanggil langsung oleh Presiden Joko Widodo untuk melaporkan perkembangan pembangunan sistem yang digadang - gadang mampu mengadministrasikan data perpajakan di masa depan tersebut.


Terkait dengan coretax system, Menteri Keuangan menyampaikan bahwa salah satu alasan yang melatarbelakangi pembangunan coretax system adalah jumlah Wajib Pajak dan jumlah data yang semakin berkembang. Lebih lanjut, Menteri Keuangan menjelaskan bahwa jumlah Wajib Pajak yang semula 33 juta, kini telah berkembang menjadi 70 juta. Demikian halnya dengan dokumen perpajakan yang semula berkisar sebesar 350 juta faktur, sekarang menjadi 760 juta dokumen (Sekretariat Kabinet RI, 2024). Peningkatan data dan jumlah Wajib Pajak tersebut mutlak memerlukan sebuah sistem yang mumpuni. Oleh sebab itu, melalui Peraturan Presiden Nomor 40 tahun 2018, Pemerintah menugaskan kepada Kementerian Keuangan untuk membangun sistem yang handal, reliable dan modern.


Salah satu modul yang dikembangkan dalam coretax adalah permohonan pemindahbukuan, imbalan bunga serta pengembalian kelebihan pembayaran pajak. Pada saat ini, hanya permohonan pemindahbukuan yang dapat dilakukan secara online melalui e-pbk. Tetapi kedepannya, Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan imbalan bunga secara online melalui coretax tanpa harus datang ke Kantor Pelayanan Pajak. Namun sayangnya, layanan ini sedianya baru akan diberikan kepada Wajib Pajak yang memiliki risiko rendah seperti Wajib Pajak yang tepat waktu menyampaikan SPT baik masa maupun tahunan dan tepat waktu melakukan pembayaran pajak.


Lalu, apa yang dimaksud sebagai Imbalan Bunga? Melalui artikel kali ini kita akan membahas lebih jauh melalui istilah imbalan bunga, syarat mendapatkanya, dan tata cara pengajuannya.


Dasar hukum yang dijadikan landasan pemberian imbalan bunga adalah Undang - Undang Nomor 6 tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang - undang nomor 7 tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Pasal 11 ayat (3) UU KUP antara lain mengatur bahwa apabila pengembalian kelebihan pembayaran pajak dilakukan setelah jangka waktu 1 (satu) bulan, Pemerintah memberikan imbalan bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan atas keterlambatan pengembalian kelebihan pembayaran pajak, dihitung sejak batas waktu sebagaimana pengembalian kelebihan pembayaran pajak berakhir sampai dengan saat dilakukan pengembalian kelebihan.


Ketentuan ini kemudian diturunkan kedalam Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2011 tentang Tata Cara Pelaksanaan Hak dan Pemenuhan Kewajiban Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 50 tahun 2022. Dalam ketentuan tersebut, Pemerintah mengatur bahwa apabila pengajuan keberatan, permohonan banding, atau permohonan peninjauan kembali, dikabulkan sebagian atau seluruhnya sehingga menyebabkan kelebihan pembayaran pajak, maka Wajib Pajak berhak atas imbalan bunga.


Namun demikian, peraturan tersebut juga membatasi bahwa Imbalan bunga diberikan terhadap kelebihan pembayaran pajak paling banyak sebesar jumlah lebih bayar yang disetujui Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan atas Surat Pemberitahuan yang menyatakan lebih bayar yang telah diterbitkan Surat Ketetapan Pajak. Padahal, dalam ketentuan sebelumnya tidak diatur mengenai batasan maksimal pemberian imbalan bunga tersebut.


Terkait dengan tarif bunga, ketentuan terbaru mengatur bahwa tarif imbalan bunga diatur berdasarkan tarif bunga per bulan yang ditetapkan oleh Menteri berdasarkan suku bunga acuan dibagi 12 (dua belas). Hal ini berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang mengatur bahwa suku bunga imbalan bunga adalah sebesar 2% per bulan. Sedangkan jangka waktu maksimal pemberian imbalan bunga, ketentuan terbaru masih mengadopsi ketentuan lama yang mengatur bahwa imbalan bunga diberikan untuk jangka waktu maksimal 24 bulan.


Lebih lanjut, ketentuan terbaru mengatur bahwa imbalan bunga dihitung sejak tanggal penerbitan Surat Ketetapan Pajak sampai dengan tanggal diterbitkannya Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, atau Putusan Peninjauan Kembali.


Selanjutnya, ketentuan tersebut juga mengatur bahwa dalam hal Wajib Pajak mengajukan keberatan, imbalan bunga diberikan jika terhadap Surat Keputusan Keberatan tidak diajukan permohonan banding ke Pengadilan Pajak. dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan banding, imbalan bunga diberikan jika terhadap Putusan Banding telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dari Pengadilan Pajak. Atau, dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan Peninjauan Kembali, imbalan bunga sebagai akibat terbitnya Putusan Peninjauan Kembali diberikan jika terhadap Putusan Peninjauan Kembali telah diterima oleh Direktur Jenderal Pajak dari Mahkamah Agung.


Sebagai contoh, SKPKB diterbitkan dengan jumlah pajak yang masih harus dibayar sebesar Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) atas SPT Tahunan PPh Badan untuk Tahun Pajak 2023 yang menyatakan kelebihan pembayaran pajak sebesar Rp3.500.000.000,00 (tiga miliar lima ratus juta rupiah).


Dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak tidak menyetujui seluruh pajak yang masih harus dibayar dan menyetujui jumlah lebih bayar menurut Wajib Pajak adalah sebesar Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah). Oleh karena jumlah lebih bayar yang disetujui Wajib Pajak lebih besar daripada SPT, makatidak ada pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak. 


Atas keberatan yang diajukan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan yang menyatakan terdapat jumlah lebih bayar sebesar Rp2.600.000.000,00 (dua miliar enam ratus juta rupiah).


Jumlah kelebihan pembayaran pajak yang dikembalikan kepada Wajib Pajak adalah sebesar Rp2.600.000.000,00 (dua miliar enam ratus juta rupiah), yaitu jumlah kelebihan pembayaran sebagaimana tercantum dalam SK Keberatan. Dalam hal ini, Wajib Pajak diberikan imbalan bunga per bulan sebesar suku bunga acuan yang berlaku pada awal penghitungan imbalan bunga dibagi 12 (dua belas) untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan yang dihitung dari jumlah lebih bayar yang disetujui Wajib Pajak dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebesar Rp2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah).

Contoh lain adalah sebagai berikut: Wajib Pajak telah menyampaikan SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2023 dengan status lebih bayar sebesar 1 miliar rupiah. Atas penyampaian SPT LB tersebut, Wajib Pajak diperiksa oleh KPP. Berdasarkan hasil pemeriksaan, KPP menerbitkan SKPKB dengan nilai kurang bayar sebesar satu miliar rupiah. Pada saat pembahasan akhir, Wajib Pajak tidak menyetujui seluruh nilai kurang bayar. Namun demikian, setelah pemeriksaan Wajib Pajak melakukan pembayaran SKPKB sebesar satu miliar rupiah tersebut sebelum mengajukan keberatan. Atas keberatan yang diajukan Wajib Pajak, Direktur Jenderal Pajak menerbitkan Surat Keputusan Keberatan dengan mengabulkan sebagian keberatan Wajib Pajak sehingga jumlah lebih bayar dalam Surat Keputusan Keberatan menjadi sebesar Rp1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah).


Berdasarkan hal ini maka jumlah kelebihan pembayaran adalah sebesar 2.250.000.000 yang terdiri dari kelebihan pembayaran berdasarkan SK keberatan sebesar 1.250.000.000 dan jumlah yang dibayar atas SKPKB sebesar 1 miliar rupiah. Dalam hal ini, Wajib Pajak diberikan imbalan bunga per bulan sebesar suku bunga acuan yang berlaku pada awal penghitungan imbalan bunga dibagi 12 (dua belas) untuk paling lama 24 (dua puluh empat) bulan yang dihitung dari jumlah lebih bayar berdasarkan Surat Keputusan Keberatan, yaitu sebesar Rp1.250.000.000,00 (satu miliar dua ratus lima puluh juta rupiah).


Berdasarkan uraian tersebut di atas kita dapat melihat bahwa imbalan bunga merupakan suatu bentuk kesetaraan hukum antara Wajib Pajak dengan fiskus (equality before the law). Hal ini karena apabila Wajib Pajak salah akan dikenakan sanksi denda oleh fiskus. Tetapi di sisi lain, apabila fiskus tidak tepat dalam menerapkan ketentuan, fiskus memberikan imbalan bunga sebesar bunga pasar. Demikian pembahasan singkat terkait pembayaran imbalan bunga. Dalam artikel berikutnya, kita akan membahas lebih lanjut tentang aturan teknis pemberian imbalan bunga tersebut.