Hello, is there anything we can help?

Aspek Perpajakan yang Perlu Dicermati Aktivitas Merger

Aspek Perpajakan yang Perlu Dicermati Aktivitas Merger

KUP

20 Mar, 2023 10:03 WIB

Ideatax, Jakarta -- Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melaporkan bahwa semenjak tahun 2012, telah terjadi peningkatan jumlah pemberitahuan merger oleh korporasi di Indonesia. Pada tahun 2012 misalnya, jumlah pemberitahuan merger yang dilaporkan kepada KPPU adalah sebanyak 36 aktivitas merger. Jumlah ini naik pada tahun 2013 menjadi 69 aktivitas merger. Namun demikian, jumlah ini turun menjadi 55 merger pada tahun 2014. Untuk diketahui, jumlah laporan merger tertinggi terjadi pada tahun 2020 dengan jumlah laporan sebesar 195 laporan. Adapun detil pelaporan merger dapat dilihat pada grafik berikut:

 

Sumber: KPPU, 2012 - 2021

 

Menurut Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 tahun 2009 tentang Pra Notifikiasi Penggabungan, Peleburan, dan Pengambilalihan antara lain diatur bahwa penggabungan adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh satu perseroan/badan usaha atau lebih untuk menggabungkan diri dengan perseroan/badan usaha lain yang telah ada yang mengakibatkan aktiva dan pasiva dari perseroan/badan usaha yang menggabungkan beralih karena hukum kepada perseroan/badan usaha yang menerima penggabungan.

Di sisi lain, peleburan usaha adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua Perseroan atau lebih untuk meleburkan diri dengan cara mendirikan satu Perseroan baru yang karena hukum memperoleh aktiva dan pasiva dari Perseroan yang meleburkan diri dan status badan hukum Perseroan yang meleburkan diri berakhir karena hukum.

Selanjutnya, Undang – undang Nomor 40 tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas mengatur bahwa dalam penggabungan dan peleburan usaha, aktiva dan pasiva Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri beralih karena hukum kepada Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan. Lebih lanjut, Undang – undang Perseroan juga mengatur bahwa pemegang saham Perseroan yang menggabungkan atau meleburkan diri karena hukum menjadi pemegang saham Perseroan yang menerima Penggabungan atau Perseroan hasil Peleburan;

Berdasarkan hal tersebut di atas, kiranya kita dapat melihat bahwa dalam proses penggabungan dan peleburan usaha terdapat potensi objek pajak baik Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai maupun Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan.

 

Aspek KUP dari Merger

Undang – undang 6 tahun 1983 tentang KUP sebagaimana diubah dengan Undang – undang Nomor 7 tahun 2022 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan mengatur bahwa Wajib Pajak badan yang dilikuidasi karena penghentian atau penggabungan usaha dapat dihapuskan NPWP nya oleh Direktur Jenderal Pajak.

Sehingga, apabila wajib pajak melakukan aktivitas merger maka secara administrative perpajakan aka nada penghapusan NPWP wajib pajak yang dilebur.

 

Aspek Pajak Penghasilan atas Merger

Selanjutnya, Undang – undang HPP juga mengatur bahwa keuntungan karena penjualan atau pengalihan harta termasuk keuntungan karena likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, pengambilalihan usaha, atau reorganisasi merupakan objek pajak yang terhutang pajak penghasilan.

Terdapat dua jenis pajak penghasilan yang dikenakan atas aktivitas merger. Pertama, atas keuntungan pengalihan harta selain tanah dan bangunan, akan dikenakan tarif umum PPh Pasal 17 sebesar 20% untuk tahun pajak 2022 dan seterusnya. Kedua, apabila yang dialihkan adalah harta berupa tanah atau bangunan, maka terutang pajak penghasilan final pasal 4(2) atas pengalihan tanah dan bangunan dengan tarif sebesar 2,5% atau sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 tahun 2016 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak Atas Tanah dan/atau Bangunan, dan Perjanjian Pengikatan Jual Beli Atas Tanah dan/atau Bangunan Beserta Perubahannya.

Secara umum, pengukuran nilai harta yang dialihkan pada proses merger baik secara akuntansi maupun perpajakan adalah dengan menggunakan nilai pasar. Hal ini diatur dalam PSAK Nomor 22 yang menyebutkan bahwa pihak pengakuisisi mengukur asset teridentifikasi yang diperoleh dan liabilitas yang diambil-alih dengan nilai wajar pada tanggal akuisisi (Martani, 2023).

Namun demikian, secara perpajakan Wajib Pajak masih dimungkinkan untuk menggunakan nilai buku atas pengalihan dan perolehan harta dalam proses penggabungan usaha dan pelaburan usaha. Hal ini secara teknis diatur pada peraturan Menteri Keuangan Nomor 205/PMK.010/2018.

Lebih lanjut, PMK 205/PMK.010/2018 antara lain mengatur bahwa ada dua kriteria merger yang dapat menggunakan nilai buku. Pertama, penggabungan dan peleburan dari dua atau lebih Wajib Pajak dalam negeri yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mengalihkan seluruh harta dan kewajiban kepada salah satu Wajib Pajak badan yang tidak memiliki sisa kerugian fiskal atau mempunyai kerguian fiskal yang lebih rendah. Kedua, penggabungan badan hukum yang didirikan atau berkedudukan di luar negeri dengan Wajib Pajak dalam negeri, dengan cara mengalihkan seluruh harta pada Wajib Pajak DN.

 

Aspek PPN atas Merger

Undang – undang nomor 8 tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diubah dengan Undang – undang Nomor 7 tahun 2022 tentang Harmonisasi Perpajakan antara lain mengatur bahwa pengalihan Barang Kena Pajak dalam rangka penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, dan pengambilalihan usaha tidak termasuk kedalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak.

Ketentuan ini berlaku dengan syarat bahwa pihak yang melakukan pengalihan dan yang menerima pengalihan adalah Pengusaha Kena Pajak. Dengan demikian jelaslah sudah bahwa apabila pihak yang melakukan pengalihan harta dan pihak yang menerima pengalihan harta dalam proses merger adalah pengusaha kena pajak, maka atas kegiatan merger ini dikecualikan dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

 

Aspek Pajak Daerah atas Merger

Selain terkandung objek pajak pusat berupa PPh dan PPN, dalam aktivitas merger juga terkandung objek pajak daerah berupa Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Ketentuan ini diatur dalam Pasal 44 Undang – undang Nomor 1 tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.

Beleid tersebut antara lain mengatur bahwa objek BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan, meliputi penggabungan usaha dan peleburan usaha. Dalam ketentuan tersebut juga diatur bahwa yang menjadi subjek BPHTB adalah orang pribadi maupun badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. Adapun yang menjadi dasar pengenaan BPHTB adalah nilai perolehan objek pajak yang meliputi harga transaksi, nilai pasar dan harga transaksi yang tercantum dalam risalah lelang.

Demikianlah pajak – pajak yang perlu anda cermati dalam proses penggabungan usaha maupun peleburan usaha. Apabila Anda memerlukan informasi maupun keterangan lebih lanjut, Ideatax solusinya.

 

Referensi

KPPU. (2023, Maret 03). Review berdasarkan Peraturan KPPU Nomor 1 Tahun 2009:. Retrieved from Daftar Notifikasi Merger: https://kppu.go.id/daftar-notifikasi-merger/

Martani, D. (2023, March 5). PSAK 22 Kombinasi Bisnis (IFRS 3) 16022015. Retrieved from Dwi Martani Accounting and Finance Corner: https://staff.blog.ui.ac.id/martani/2016/04/21/materi-overview-psak-2015-dan-sak-etap/psak-22-kombinasi-bisnis-ifrs-3-16022015-2/

 

PERATURAN TERKAIT

  • Undang – undang nomor 6 tahun 19883 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana diubah dengan Undang – undang Nomor 7 tahun 2022 tentang Harmonisasi Perpajakan.
  • Undang – undang nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana diubah dengan Undang – undang Nomor 7 tahun 2022 tentang Harmonisasi Perpajakan.
  • Undang – undang nomor 8 tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana diubah dengan Undang – undang Nomor 7 tahun 2022 tentang Harmonisasi Perpajakan.
  • Undang – undang Nomor 1 tentang Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah.
  • Peraturan Komisi Pengawas Persaingan Usaha Nomor 1 tahun 2009 tentang Pra Notifikiasi Penggabungan, Peleburan, dan Pengambil Alihan.
  • PMK 205/PMK.010/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 52/PMK.010/2017 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan dan Perolehan Harta dalam Rangka Penggabungan, Peleburan, Pemekaran, atau Pengambilalihan Usaha.